Page 46 - Cikal Cerita rakyat dari DIY
P. 46

7. Ranting yang Patah














                          Tanpa mereka sadari, lama-kelamaan, uang dan harta yang mereka
                  miliki semakin menipis. Kegembiraan membantu orang lain membuat mereka
                  bersemangat.  Ki  Mangli  dan  rombongannya  tidak  kikir  dengan  hartanya.
                  Akan  tetapi, bersamaan  dengan  itu,  mereka  menyadari bahwa  harta yang
                  menjadi perbekalan mereka menipis. Banjir yang menimpa di banyak wilayah

                  ternyata  menimbulkan  kerusakan  luar  biasa  pada  masyarakat.  Mereka
                  tidak  lagi  mempunyai  sesuatu  yang  berharga  untuk  menanggap  seniman
                  pengembara  itu  mementaskan  kehebatannya.  Siang-malam  rombongan

                  seniman  pengembara  berkuda  itu  masuk-keluar  kampung  mencari  orang
                  yang bersedia menanggapnya. Sudah berbulan-bulan mereka tidak mendapat
                  tawaran  atau  tidak  ditanggap  untuk  mementaskan  tariannya.  Akhirnya,
                  mereka pun kehabisan perbekalan.


                         “Saudaraku semua,” kata Ki Mangli, “tampaknya kita terpaksa harus
                  berhenti agak lama di suatu tempat. Perbekalan kita sudah sangat menipis.”


                         “Betul. Perbekalan kita sebenarnya tinggal hari ini yang dapat dimakan.
                  Besuk kita tidak tahu apakah masih ada yang dimakan?” sambung Legiman
                  lebih memerinci.


                         “Ya, Legiman. Aku sedang memikirkan hal itu.”

                         “Ki,  kita  sekarang  sedang  berada  di  tengah  padang  ilalang  dan
                  berhutan. Bagaimana kita harus mencari makanan untuk besuk?”









                                                          41
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51