Page 49 - Cikal Cerita rakyat dari DIY
P. 49

Tanpa  berkata-kata  lebih  panjang  lagi,  Legiman  segera  masuk  lagi
                  ke dalam sungai. Dengan seluruh kemampuannya berenang dan menyelam,
                  beberapa  saat  kemudian  dia  berhasil  menemukan  Sekargunung  dan  kuda

                  tunggangannya. Cepat Legiman mengangkatnya ke atas. Namun, karena sudah
                  beberapa  saat  tenggelam  dan  tidak  dapat  bernapas,  nyawa  Sekargunung
                  tidak dapat diselamatkan lagi.


                         Melihat Legiman menyeret jenazah Sekargunung ke arah pinggir sungai
                  yang landai, Nyi Pangesti menjerit keras membelah kesunyian tempat itu. Nyi
                  Pangesti dan lainnya segera berlari ke tempat Legiman menepi.


                         Ki Mangli tampak tidak percaya dengan keadaan Sekargunung yang
                  sudah diam membeku dan basah kuyup itu. Cepat-cepat ia segera memberikan
                  pertolongan  dengan  memberikan  napas  dari  mulutnya  ke  dalam  mulut
                  Sekargunung yang tergeletak di tepi sungai berpasir itu. Berulang-ulang Ki
                  Mangli melakukannya, tetapi Sekargunung tetap diam. Ia bagaikan melihat

                  ranting yang patah.

                         Melihat  kejadian  yang  sangat  menyayat  hati  itu,  semua  anggota
                  rombongan menangis tersedu-sedu. Sekarang mereka menyadari Sekargunung

                  telah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.

                         “Jelaskan,  Man.  Mengapa  anakku  tidak  dapat  naik  ke  permukaan
                  sungai?” perintah Ki Mangli dalam dukanya yang sangat dalam.


                         Legiman  yang duduk di tepi  sungai  berpasir  itu  sebentar  menarik
                  napas kemudian menjelaskan, “Ketika saya mengitari dasar kedhung sungai
                  itu, saya akhirnya menemukan kalau dhenok (nona) Sekargunung sudah tidak

                  bergerak, Ki.”

                         “Mengapa  dia  ketika  sudah  tercebur,  tidak  segera  naik  ke  atas
                  permukaan sungai, Man?”


                         “Setelah  saya  teliti,  ternyata  kaki  dhenok  terkait  dengan  pelana
                  kuda. Badan tertindih badan kuda. Kuda tunggangan Sekargunung ternyata
                  sudah tidak bernyawa. Oleh karenanya, ia tidak naik ke permukaan sungai,

                  Ki.  Maafkan, saya,  Ki,  tidak  dapat  menyelamatkan  nyawa  dhenok,” tutur
                  Legiman dengan kepala tertunduk lesu.







                                                          44
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54