Page 6 - Cikal Cerita rakyat dari DIY
P. 6

1. Malam Hari di Pendopo














                          Dusun Hargamulya sudah mulai tersaput kabut. Dusun di kaki Bukit
                   Menoreh itu tampak tenang seperti hari-hari sebelumnya. Ketika siang hari,
                   sebagian  penduduknya  menggarap  tanah  pekarangan  di  lereng  bukit  itu.
                   Oleh karena itu, suasananya menjadi agak lengang. Sementara, penduduk

                   yang tidak berladang bekerja sebagai pemetik buah kelapa.

                          Suasananya  berubah  ketika  pada  malam  tertentu  mereka  duduk
                   bersama di pendopo Dusun Hargamulya. Di tempat itu, mereka mendengarkan

                   musik gamelan dan berlatih. Rata-rata penduduk Hargamulya bekerja sebagai
                   petani. Namun, dusun itu juga dikenal sebagai tempat para seniman tari dan
                   gamelan. Tidak aneh malam itu suasana Dusun Hargamulya menjadi meriah.
                   Suara gamelan terdengar merdu mendayu-dayu dari kejauhan. Angin malam

                   terasa  dingin  menyentuh  kulit  sehingga  membuat  suara  merdu  dari  alat
                   musik  itu  seperti  timbul  tenggelam.  Setelah  gamelan  itu  dimainkan  dalam
                   beberapa lagu, akhirnya dihentikan sementara karena sesepuh kesenian di
                   situ sudah hadir.


                          “Malam ini kita akan belajar tari tledhek seperti biasanya,” kata Ki
                   Mangli, sesepuh kesenian Dusun Hargamulya.


                          Mendengar pernyataan Ki Mangli itu, warga dusun yang berkumpul di
                   pendapa itu seperti terlena. Suara sesepuh itu berat dan berwibawa. Warga
                   yang berkumpul hanya diam mengamini. Ki Mangli badannya tegap, matanya
                   tajam membuatnya berwibawa.









                                                           1
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11