Page 11 - Cikal Cerita rakyat dari DIY
P. 11

Setelah keterangan tentang gamelan itu selesai, latihan memainkan
                   gamelan pun diteruskan. Setelah itu, Ki Mangli memanggil para penari putri
                   yang  sudah  siap  belajar.  Mereka  menunggu  saat  berlatih  menari  di  balik

                   gebyog  (semacam  tembok  dari  kayu)  pendopo  dusun.  Rata-rata  mereka
                   adalah remaja, tetapi ada juga penari yang sudah lebih dewasa.

                          Di antara mereka, ada seorang penari yang cantik dan sangat luwes

                   ketika  menari.  Namanya  Sekargunung.  Namanya  menunjukkan  bahwa  ia
                   adalah seorang remaja putri cantik dari tanah yang tinggi (gunung/bukit).
                   Sekargunung tidak lain adalah anak dari Ki Mangli. Selain Sekargunung, ada
                   juga Sriyanti, anak dari Ki Reksaka. Ki Reksaka membantu Ki Mangli mengurus
                   kesenian di dusunnya.


                          “Walaupun sekarang tari tledhek tidak lagi hidup di ibu kota negara
                   dan istana, tetapi keluhurannya sebagai seni tari tetap harus dijaga,” kata
                   Ki Mangli kepada mereka yang hadir di ruang pendopo itu.


                          “Tidak apa-apa, Pak. Aku merasa bangga dengan tari ini. Biar datang
                   dari dusun atau gunung,” tutur Sekargunung bersemangat.


                          “Bapakmu ini bangga dengan jawabanmu itu, Nak.”

                          “Saya  juga sependapat  dengan  Mbakyu  Sekargunung,  Ki,” sahut

                   Sriyanti  tidak  kalah  bersemangat  dengan  Sekargunung.  Sriyanti  selalu
                   memanggil Sekargunung dengan ‘Mbakyu’ karena usianya memang di bawah
                   Sekargunung.


                          “Nah,  seperti  itulah  seorang  penari.  Kalian  semua  harus  begitu.
                   Seorang penari, biar berasal dari pegunungan, harus mempunyai perasaan
                   sawiji.”


                          “Maksudnya apa, Ki?” tanya penari lainnya.

                          “Maksudnya, kalian harus selalu bersikap apa adanya. Akuilah bahwa
                   kau bukan anak seorang priayi, tetapi hatimu tetap luhur kepada sesama. Di

                   samping itu, kalian semua harus punya greget. Tahu maksudnya?”

                          “Jelaskanlah, Ki!”









                                                           6
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16