Page 15 - Cikal Cerita rakyat dari DIY
P. 15
“Memang ada. Hutan mulai meranggas, dan air pun mulai sulit dicari.
Bahkan, beberapa sumber mata air yang utama di desa ini sudah mengering.
Para tetangga kita banyak yang mengalami kesulitan.”
“Kesulitan? Apa itu, Reksaka?” tanya Ki Mangli.
“Karena air dan bahan makanan menjadi sulit diperoleh, banyak warga
yang mulai mengungsi ke desa lain,” jawab Ki Reksaka.
“Mengungsi? Ke mana mereka pergi?”
“Ya, mereka mencari tempat lain yang baik. Akibatnya, dusun tercinta
ini mulai berkurang penghuninya, Ki.”
Mendengar pernyataan Reksaka, Ki Mangli diam. Pikirannya seperti
melayang membayangkan sesuatu yang berat. Lama keadaan seperti itu
berlangsung, sehingga Reksaka yang berada di depannya tampak kebingungan.
Dengan sedikit memberanikan diri, ia bertanya kepada Ki Mangli, “Apa yang
sedang dipikirkan, Ki? Sudah beberapa saat lamanya Ki Mangli diam.”
“Benar. Aku memikirkan dusun kita ini. Bagaimana seandainya harus
kosong karena semuanya pergi mencari kehidupan. Apakah ini akhir dari
sejarah tempat kita?” jawab Ki Mangli seperti minta pertimbangan kepada
Reksaka, bawahannya.
“Tentu saja tidak, Ki. Mungkin setelah keadaan di sini menjadi baik,
mereka akan pulang ke dusun kita ini.”
“Kuharap demikian yang terjadi,” kata Ki Mangli sambil memandang
tajam kepada Reksaka, “tolong, kau panggil Redi kemari.”
Mendengar perintah itu, Ki Reksaka segera meninggalkan Ki Mangli.
Ia menuju ke rumah Ki Redi yang tidak jauh dari tempat tinggal Ki Mangli.
Menurut perkiraan Ki Reksaka, jika Ki Redi diminta untuk datang menemui
atasannya itu, pasti ada masalah penting yang ingin dibicarakan.
“Mohon maaf, Ki Redi. Kakak Anda memohon Anda datang menemuinya,”
ujar Ki Reksaka dengan hormat.
10