Page 27 - E-Book Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
P. 27
E-Book Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 2021
“ Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan
38
39
hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
40
Berdasarkan ayat-ayat di atas jelas bahwa Taurat mewajibkan kita menciptakan dan memelihara
hubungan kasih kepada Allah maupun sesama. Kita diperin- tahkan mengasihi sesama kita seperti
diri kita sendiri.
Seorang ahli Taurat datang dan bertanya kepada Yesus, “Siapakah sesamaku manusia itu?”
(Lukas 10:25-37). Mengapa ia bertanya demikian? Di sini pun jelas bahwa orang ini ingin memilah-
milah, siapakah yang layak dia kasihi dan siapa yang dapat ia singkirkan. Bukankah ini juga yang
sering kita temukan dalam hidup kita sehari-hari? Ada yang kita pilih sebagai teman kita, ada yang
kita anggap orang asing, bahkan musuh yang harus disingkirkan.
Yesus lalu mengisahkan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati. Ia sengaja
memilih orang Samaria sebagai tokoh ceritanya. Mengapa? Orang Samaria sudah ratusan tahun
dijauhi oleh orang Israel. Mereka dianggap rendah karena mereka berdarah campuran Israel
dengan bangsa Asyur yang menyerang dan menduduki Israel ke Asyur pada tahun 741
Sebelum Masehi. Sebagian warga Israel dibuang ke Asyur, dan sejumlah besar orang Asyur
dipindahkan ke Israel, sehingga mereka kemudian melakukan perkawinan campuran. Akibatnya,
terbentuklah “orang Samaria”. Selain berdarah campuran, agama mereka pun tidak sama dengan
agama Israel. Mereka hanya mengakui kelima kitab Taurat dan melakukan ibadah bukan di
Yerusalem melainkan di Bukit Gerizim. Karena itu, di mata orang Israel mereka bukan saja tidak
murni darahnya, tetapi juga kafir agamanya.
Pada bagian akhir perumpamaan-Nya, Yesus bertanya:
36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia
dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: “Orang yang
37
telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan
perbuatlah demikian!”
Pertanyaan ini membalikkan pertanyaan sang ahli Taurat. Ia tidak menjawab pertanyaan
“Siapakah sesamaku?” Sebaliknya Yesus bertanya, “Siapa yang telah menjadi sesama manusia dari si
korban perampokan itu?” Sang ahli Taurat itu pun tidak punya pilihan lain selain menjawab, “Orang
yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Yesus lalu menyuruhnya pergi, “Pergilah, dan
perbuatlah demikian!” Artinya, pergilah, dan perbuatlah apa yang dilakukan orang Samaria itu.
Dalam konteks sekarang, siapakah orang Samaria itu? Di masa Yesus, ia adalah orang yang
berkeyakinan lain, bahkan disisihkan dari masyarakat Yahudi. Siapakah mereka sekarang? Menurut
Kosuke Koyama dalam bukunya Pilgrim or Tourist , kalau Yesus mengucapkan kata-kata itu sekarang,
kata “Samaria” mungkin akan digantinya dengan kata-kata lain. Ia akan menyebutkan orang-orang
yang beragama lain: orang Hindu, Buddhis, Muslim, Konghucu, dan lain-lain. Yesus akan menyebutkan
mereka yang melakukan perbuatan baik, meskipun mereka bukan orang Kristen. Mengakui
perbuatan baik yang dilakukan orang yang beragama lain akan membuat kita bersikap terbuka.
Kita mengakui bahwa bukan hanya orang Kristen yang dapat berbuat baik, tetapi juga orang-orang
lain yang berkeyakinan lain. Kita tidak dapat memonopoli kebaikan. Kita juga menyadari ada
terlalu banyak tantangan dan persoalan dalam hidup kita sehingga kita membutuhkan bantuan
orang lain untuk ikut menyelesaikannya. Inilah dasar-dasar kerukunan antar umat beragama.