Page 20 - alicia-dan-pipinya-yang-tak-selalu-merah
P. 20

"Oh, jadi aku akan diborgol dan digelandang ke sana?"
                   "Ha ha... Tentu tidak, Nona. Aku bilang akan membawamu ke
            poliklinik, bukan kamar tahanan."
                   "Oh, begitu. Jadi aku boleh tidur di poliklinik?"
                   "Siapa bilang begitu? Enak aja. Kamu hanya perlu diperiksa,

            sedang sakit apa."
                   Gadis  itu  menurut  ketika  aku  mengajaknya  berjalan  ke
            poliklinik yang letaknya di bagian tengah kapal. Di situ paling mending,
            goyangan kapal tidak separah di haluan atau buritan. Melihat caranya
            berjalan,  kelihatan  kalau  dia  sudah  terbiasa  naik  kapal.  Bahkan  ia

            hanya  kadang-kadang  saja  memegang  batang  besi  pegangan  yang
            terpasang di sepanjang lorong dek itu. Sedangkan aku hampir-hampir
            tak berani berjauhan dari batang besi itu, setiap saat rasanya seperti
            mau jatuh.
                   "Siapa namamu?" tanyaku sambil berjalan.
                   "Alicia."

                   "Mau pergi ke mana?"
                   "Bitung,"  jawabnya.  Jadi  di  pelabuhan  berikutnya  dia  sudah
            akan turun.
                   "Naik dari mana?"
                   "Sorong."

                   "Kelas berapa?"
                   "Kelas Ekonomi. Perlu kukeluarkan tiketku?"
                   "Ha  ha...  tidak,  jam  pemeriksaan  tiket  sudah  lewat.  Kamu
            sendirian saja? Barang-barangmu kamu tinggalkan di mana? Hati-hati
            meninggalkan barang di Kelas Ekonomi."




            Rahadi W. :  Alicia, dan Pipinya yang (Tak) Selalu Merah   Halaman 19
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25