Page 18 - alicia-dan-pipinya-yang-tak-selalu-merah
P. 18

pandangan  pada  percikan  petir  yang  berkelebatan  di  sudut-sudut
            langit.
                   "Kamu bukan pelaut," tukasnya tiba-tiba.
                   Aku  menoleh  dan  kembali  memandangnya  dengan  heran.
            Memang  aku  bukan  pelaut.  Walaupun  aku  mengenakan  seragam

            putih-putih perwira PT. PELNI, tapi aku bukan pelaut. Sepertinya dia
            mengenali tanda pangkat di pundakku. Dua balok kuning di samping
            lambang ular melilit gelas. Itu lambang untuk tenaga medis dengan
            pangkat setingkat Mualim II. Tampaknya wanita muda ini sering naik
            kapal, atau bahkan mengenal awak kapal, sehingga tahu tanda-tanda

            pangkatnya.
                   "Apa maksudmu?" tanyaku heran.
                   "Kamu dokter, bukan pelaut," katanya lagi.
                   "Terus, memangnya kenapa?"
                   "Aku tidak suka pelaut. Mereka penipu."
                   Ia masih belum melepaskan tatapan matanya dariku.

                   "Ah,  tidak  semuanya.  Itu  tergantung  orangnya,  tidak  bisa
            disamaratakan begitu saja." Aku membantahnya.
                   "Ya, memang," katanya. Ia tersenyum lagi, tapi kali ini warna
            senyumnya agak berbeda. Masam.
                   "Menyingkirlah  dari  pagar  itu,"  kataku  lagi.  "Aku  tidak  mau

            ada yang terjatuh ke laut."
                   "Memangnya kenapa kalau aku jatuh? Percayalah, tidak akan
            ada yang mencariku."
                   "Kami  harus  bertanggungjawab  kalau  ada  penumpang  yang
            jatuh. Itu bisa jadi sangat merepotkan!"




            Rahadi W. :  Alicia, dan Pipinya yang (Tak) Selalu Merah   Halaman 17
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23