Page 58 - Buku 9
P. 58

berada di luar domain desa,  namun praktik selama ini ada-
            lah negara membangun desa, yang ditempuh dengan cara
            intervensi dan imposisi negara ke dalam desa, yang justru
            melemahkan eksistensi desa.  Jika membangun desa ber-
            makna  negara hadir di depan, sebagai  aktor utama yang
            membangun desa, maka desa membangun berarti pemba-
            ngunan desa yang dimulai dari belakang (Robert Chamber,
            1987).  Negara berdiri di belakang desa, atau tut wuri han-
            dayani.  Dengan demikian  desa membangun berarti desa
            mempunyai  kemandirian  dalam membangun dirinya (self
            development).
               Kedua, desa  membangun dilihat  dari sisi pendekatan
            pembangunan. Anggota Pansus Desa DPR RI, Totok Dary-
            anto, sangat getol berbicara tentang “desa sebagai alterna-
            tif pendekatan pembangunan”.  Totok menegaskan bahwa
            pembangunan desa  merupakan alternatif  atas pembangu-
            nan yang bias sektor dan bias kota, sehingga desa mampu
            menjadi basis kehidupan dan penghidupan, yang sekaligus
            juga berdampak terhadap pengurangan urbanisasi. Dalam
            perspektif ini, desa bukan menjadi obyek dan lokasi proyek
            pembangunan, melainkan desa menjadi basis, subyek dan
            arena pembangunan.

               Ketiga, desa membangun dilihat dari sisi aktor pemban-
            gunan. Titik ini melahirkan ide tentang pembangunan yang
            digerakkan oleh desa (village driven development - VDD),
            sebagai alternatif atas pembangunan yang digerakkan oleh
            masyarakat (community  driven  development - CDD) da-
            lam penanggulangan kemiskinan  melalui  pemberdayaan,



            IDE, MISI DAN SEMANGAT UU DESA                          57
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63