Page 99 - UKBM BIN XI Genap 2021
P. 99
IBU :Ya. Te-ror….
BAPAK :Te-ror-te-ror-te-ror….hmmm….
IBU : (Melihat dengan wajah kesal)
BAPAK :Aku belum ingat apa yang ada hubungannya dengan kita. Tapi kalau mendengar
kata itu, aku Jadi ingat apa yang terjadi pada zaman geger-gegeran dulu itu.
IBU :Itu juga belum lama.
BAPAK :Tapi semua orang sudah lupa.
IBU :Pura-pura lupa.
BAPAK :Buku sejarah saja tidak mencatatnya.
IBU :Itu dia. Dosa orang lain dicatat besar-besaran. Dosa sendiri menguap entah
kemana.
BAPAK :Hmmm. Rumit ya Bu?
IBU :(Berdiri, berjalan ke jendela)
Sebetulnya tidak. Semuanya jelas. Siapa yang bisa melupakannya? Aku masih
kecil waktu itu.
Malam-malam semua orang berkumpul. Mereka membawa golok, clurit,
pentungan dan entah apa lagi. Mereka mengepung rumah itu selepas tengah malam. Mereka
berteriak-teriak, karena yang dicarinya naik ke atas genteng. Orang itu lari dari atap satu
keatap lainnya seperti musang. Kadang-kadang dia jatuh, merosot. Orang-orang mengejarnya
juga seperti nengejar musang. Aku masih inget suara gedebugan di atas genteng itu. Orang-
orang mengejar dari gang ke gang, suaranya juga gedebukan. Mereka berteriak-teriak sambil
mengacungkan parang. Orang itu lari. Terpeleset, hamper jatuh ke bawah, merayap lagi.
Sampai semua tempat terkepung. Orang itu terkurung….
BAPAK :Sudahlah bu! Sudah lebih dari tiga puluh tahun.
IBU :Aku tidak bisa lupa. Bukan hanya karena kejadian yang dialami orang itu, tapi
apa yang dialami keluarganya. Dia punya anak, punya istri, punya ibu. Semua melihat dia
dikejar seperti musang. Melihat dengan mata kepala sendiri orang itu merosot dari atas
genteng ketika terpeleset dan tidak ada lagi yang bisa dipegang. Orang-orang di bawah
menunggunya dengan parang.
BAPAK :Bu!
IBU :Orang-orang itu menghabisinya seperti menghabisi seekor musang. Orang itu
digorok seperti binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi aku tidak bisa melupakan sinar matanya
yang ketakutan. Aku masih ingat sinar mata orang-orang yang mengayunkan linggisnya
dengan hati riang. Kok bisa? Kok bisa terjadi semua itu. Bagaimana perasaan anaknya
mendengar jeritan bapaknya?
Bagaimana perasaan istri mendengar jeritan suaminya? Bagaimana perasaan ibu mendengar
jeritan anaknya? Apa bapak yakin setelah tiga puluh tahun lebih mereka bisa melupakannya?
Mereka mungkin ingin lupa. Tapi apa bisa? Politik itu apa sih, kok pakai menyembelih orang
segala?
BAPAK :Untuk apa kamu mengingat-ingat ini semua?
IBU :Itulah pertanyaanku juga. Untuk apa? Tapi aku tidak sengaja mengingat-ingat.
Aku ingat begitu saja. Kenangan itu menempel seperti lintah. Dia lewat seperti kenangan.
BAPAK :Kenangan buruk.
IBU :Mimpi buruk
BAPAK :Sejarah
IBU :Itulah dia pak. Sejarah. Sejarah itu ada. Hidup terus sampai hari ini.
BAPAK :Waktu
IBU :Waktu itu aku tidak tahu kalau sekolah libur. Aku berangkat ke sekolah. Ketika
sampai di kelas, aku Cuma mencium bau amis darah. Darah orang-orang yang disiksa
menyiprat di tembok, papan tulis dan bangku-bangku. Di mana-mana orang bergerombol,
berteriak- teriak, mencari orang- orang yang diburu.
6