Page 87 - BUKU KUMPULAN CERPEN "AKU DAN BPK"
P. 87

Aku tak paham, kemana arah obrolan kita. Oh, bukan kita.
            Aku lebih banyak diam, karena segala perbantahan itu tak pernah

            terucap dari bibirku. Aku hanya membatin, hingga otakku terasa
            penuh sesak. Lalu muncullah pusing. Vertigo selalu saja kambuh
            kala mencoba memikirkan hal-hal diluar kemampuannya. Otakku
            hanya mampu menyerap pendidikan sekolah dasar. Karena
            memang hanya hal-hal dasar yang aku butuhkan untuk bertahan

            hidup. Meski begitu, otakku selalu bersedia memikirkan dia.
            Bagaimana harinya. Apakah dia makan dengan baik. Bagaimana
            dengan pekerjaannya. Apakah semua berjalan lancar? Sungguh

            aku ingin mengucapkan semua pertanyaan ini. Tetapi bibirku
            ternyata tidak bisa sinkron dengan otak yang penuh dengan
            pemikiran ini dan itu tentang dia. Berjejal disana hingga terasa
            linglung seperti sedang terjadi gempa.


                    “Bagaimana kalau kamu tinggal bersamaku, Nik?”

                    Seperti ada palu menghantam kepalaku. Aku tak yakin
            dengan pendengaranku. Tiba-tiba bumi berputar. Aku pingsan.
            Beberapa hari kemudian aku baru tahu bahwa aku benar-benar

            harus beristirahat karena vertigo ini. Hadi mengunjungi warung
            beberapa kali untuk menemaniku. Membawakan makanan dan
            camilan. Mengobrol sebentar. Lalu pada hari yang terakhir dia
            bilang mungkin tidak bisa datang untuk beberapa hari kedepan.
            Aku tak bertanya alasan, karena aku tak bisa. Aku berada diantara

            rasa untuk memiliki dan rasa rendah diri yang selalu bertanya,
            ‘Memangnya kamu itu siapa?’




                                               Kumpulan Cerpen “Aku dan BPK”  75
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92