Page 84 - BUKU KUMPULAN CERPEN "AKU DAN BPK"
P. 84
tiba bertaut saat menatap layar ponsel. Dahiku ikut-ikutan
mengernyit. Kepo. Ingin rasanya ikut melongok ponselmu, ingin
tahu siapa yang meneleponmu sepagi ini. Orang kantor? Teman?
Saudara? Keluargamu?
Segera kamu cangklong kembali tas yang tadi tergeletak
di meja. Kamu bergegas meninggalkan kursi tanpa sedikitpun
menoleh padaku. Bibirku terbuka hendak bertanya. Tapi tak ada
kata terucap dari sana. Kutatap cangkir kopi di meja dalam diam.
Dua jam berlalu dan kamu tak kunjung kembali. Kopimu
telah berubah dingin.
“Maaf, dengan Saudari Kenik?”
Aku mengangguk sebagai jawaban. Tiga orang pria
berseragam biru tua berdiri didepan warung kopi yang baru saja
kututup. Belum jam empat sore, tetapi aku memilih pulang lebih
awal. Padahal warung terbiasa buka hingga tengah malam jika
sedang ramai pengunjung. Apalagi kalau bukan karena vertigo.
Tiba-tiba terngiang kembali berita-berita yang kulihat di televisi.
Dan obrolan orang-orang yang datang menyeruput kopi.
Ratusan auditor akan menjalani evaluasi kinerja. Gara-gara
si B yang tertangkap basah menerima 500 juta saat menentukan
kriteria WTP.
Aku sama sekali tidak paham WTP, WDP atau apalah
itu. Orang-orang itu membicarakannya dengan serius. Ketika
72 Kumpulan Cerpen “Aku dan BPK”