Page 42 - E-Modul Keanekaragaman Hayati berbasis Etnobotani Tumbuhan Bumbu dan Rempah Masakan Suku Bali di Sunda Kelapa
P. 42
jenis flora dan fauna. Terjadinya erosi terhadap keanekaragaman hayati ini
dikarenakan oleh perusakan habitat secara menyeluruh sehingga mengganggu ekosistem
yang ada, selain itu dengan adanya penyeragaman varietas tanaman dan ras hewan
budidaya yang dilakukan menyebabkan erosi genetik. Meskipun dengan besarnya dampak
yang diakibatkan akitat eksploitasi berlebihan yang dilakukan selama ini, upaya
pelestarian keanekaragaman hayati masih kunjung dianggap tidak penting karena besarnya
keuntungan ekonomi yang diperoleh dari eksploitasi lingkungan yang dilakukan.
Pemanasan global merupakan peristiwa yang semakin tak terelakan, dimana
pemanasan global disebabkan oleh terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari
atau inframerah di atmosfer bumi oleh gas yang disebut dengan gas-gasa rumah kaca.
Peristiwa ini disebut dengan istilah efek rumah kaca. Gas-gas rumah kaca terdiri adari
karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O),
Nitrogen Oksida (NO) dan lain-lain. Gas-gas ini dihasilkan dari hasil-hasil pembakaran
berbagai aktivitas manusia seperti industri, transportasi, peternakan dan lain-lain. Kondisi
ini diperparah dengan deforestasi hutan dimana hutan yang seharusnya berfungsi sebagai
penyimpan gas-gas rumah kaca mulai berkurang. Dampak pemanasan global adalah
terjadinya perubahan iklim, naiknya air laut, gangguan ekologi, munculnya penyakit baru,
munculnya hama-hama baru. Selain itu banyak mahkluk hidup baik flora maupun fauna
tidak akan mampu menyesuaikan diri sehingga banyak yang punah.
Flora dan fauna merupakan sumber daya hayati yang kelestariannya harus dijaga.
Untuk menjaga kelestariannya tetap berjalan secara berkesinambungan, maka diperlukan
upaya konservasi satwa dengan langkah-langkah yang benar. Upaya pelaksanaan
konservasi satwa meliputi juga unsur lingkungan atau ekosistem satwanya. Ekosistem itu
memiliki fungsi yang sangat penting sebagai unsur pembentuk lingkungan satwa, yang
kehadirannya tidak dapat diganti, harus disesuaikan dengan batas-batas daya dukung alam
untuk terjaminnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan ekosistem satwa sendiri
(Akbar, 2011).
Pelestarian In Situ adalah pelestarian keanekaragaman hayati yang dilakukan
ditempat hidup aslinya (habitatnya). Pelestarian ini dilakukan pada mahluk hidup yang
memerlukan habitat khusus atau mahluk hidup yang dapat menyebabkan bahaya pada
kehidupan mahluk hidup lainnya jika dipindahkan ke tempat lain. Contoh taman nasaional
dan cagar alam. Indonesia saat ini memiliki 30 taman nasional dan ratusan cagar alam
sehingga flora dan fauna asli Indonesia memiliki kesempatan baik untuk hidup terus , tentu
apabila peraturan pemerintah ditaati. Sedangkan Pelestarian Ex Situ adalah pelestarian
keanekaragaman hayati (tumbuhan dan hewan) dengan cara dikeluarkan dari habitatnya
dan dipelihara di tempat lain. Pelestarian secara ex situ dapat melakukan cara-cara seperti
Kebun koleksi, Kebun plasma nutfah, Kebun raya, Penyimpanan dalam kamar-kamar
bersuhu dingin, serta Kebun binatang.
Melalui hasil kerja sama dengan lembaga konservasi internasional, telah dilakukan
pengembangan kawasan konservasi sebagai cagar biosfer yang merupakan kawasan
dengan ekosistem terestrial dan pesisir yang melaksanakan konservasi biodiversitas
melalui pemanfaatan ekosistem yang berkelanjutan. Cagar biosfer yang terdapat di
38