Page 241 - Kelas XII Bahasa Indonesia BS press
P. 241

Kondisi ekonomi keluarganya yang sulit membuat orang tuanya tidak
               sanggup membayar uang kuliah Chairul yang waktu itu hanya sebesar
               Rp75.000,00. ”Tahun 1981 saya diterima kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi
               Universitas Indonesia (UI). Uang masuk ini dan itu total Rp75.000,00. Tanpa
               saya ketahui, secara diam-diam ibu menggadaikan kain halusnya ke pegadaian
               untuk membayar uang kuliah,” katanya lirih.
                   Melihat pengorbanan sang ibu, ia lalu berjanji tidak ingin terus-menerus
               menjadi beban orang tua. Sejak saat itu, ia tidak akan meminta uang lagi
               kepada orang tuanya. Ia bertekad akan mencari akal bagaimana caranya bisa
               membiayai hidup dan kuliah. CT pria kelahiran Jakarta, 18 Juni 1962 pada
               awalnya memulai bisnis kecil-kecilan. Dia bekerja sama dengan pemilik
               mesin fotokopi, dan meletakkannya di tempat strategis yaitu di bawah tangga
               kampus. Mulai dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos, sepatu, dan aneka
               barang lain di kampus dan kepada teman-temannya. Dari modal usaha itu,
               ia berhasil membuka sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium
               di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang, karena sifat sosialnya – yang sering
               memberi fasilitas kepada rekan kuliah, serta sering menraktir teman – usaha
               itu bangkrut.
                   Memang terbilang terjal jalan yang harus ditempuh Chairul Tanjung
               sebelum menjadi orang sukses seperti sekarang ini. Kepiawaiannya
               membangun jaringan bisnis telah memuluskan perjalanan bisnisnya. Salah
               satu kunci sukses dia adalah tidak tanggung-tanggung dalam melangkah.
                   Menurut penuturan Chairul, gedung tua Fakultas Kedokteran UI
               dulu belum menggunakan lift. Dari lantai satu hingga lantai empat masih
               menggunakan tangga. Lewat ruang kosong di bawah tangga ini, Chairul muda
               melihat peluang yang bisa dimanfaatkannya untuk menghasilkan uang. ”Nah,
               kebetulan ada ruang kosong di bawah tangga. Saya lalu berpikir untuk bisa
               memanfaatkannya sebagai tempat fotokopi. Akan tetapi, masalahnya, saya
               tidak mempunyai mesin fotokopi. Uang untuk membeli mesin fotokopi pun
               tidak ada,” tuturnya.

                   Dia pun lantas mencari akal dengan mengundang penyandang dana
               untuk menyediakan mesin fotokopi dan membayar sewa tempat. Waktu itu
               ia hanya mendapat upah dari usaha foto kopi sebesar Rp2,5,00 per lembar.
               ”Sedikit, ya. Tapi, karena itu daerah kampus, dalam hal ini mahasiswa banyak
               yang fotokopi, maka jadilah keuntungan saya lumayan besar,” katanya sambil
               melempar senyum.









               Bahasa Indonesia                                                       235
   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246