Page 205 - Toponim Magelang_Final
P. 205
192 Toponim Kota Magelang
dengan karakteristik yang berbeda. Kendati demikian, kampung dengan mengusung
nama “Tidar” sebenarnya mengekalkan mitos Gunung Tidar sebagai titik tengah Pulau
Jawa. Dialah pakuning tengah pulo Jawa (pakunya tengah Pulau Jawa). Boleh berbangga
penduduk Magelang dengan kenyataan geografis ini. Bahkan, kepungan sederet gunung
ini menyebabkan kesuburan tanah Magelang cocok untuk ditanami aneka tumbuhan,
sampai membuahkan banyak nama kampung berlatar nama flora.
Local genius masyarakat Magelang telah teruji di dunia tumbuhan selama berabad-abad.
Warga setempat juga mengamalkan pandangan klasik dalam hal berguru bahwa ada 4
tempat kita berguru di dalam melaksanakan hidup ini, yakni 1) berguru pada kitab suci,
2) berguru kepada pengalaman dan kehidupan manusia, 3) berguru kepada tumbuhan,
dan 4) berguru kepada hewan.
Teringat penjelasan Renville Siagian (2017), khusus berguru pada tumbuhan, manusia
menganggap tumbuhan punya sifat pertapa sejati. Karena dalam kehidupannya walau
ia tetap diam tidak bergerak bagai pertapa, namun dia bisa terus tumbuh dengan
kekuatannya sendiri dan memberi faedah bagi kehidupan makhluk lain lewat bunga,
buah dan tubuhnya serta oksigen yang dihasilkannya sangat berguna bagi manusia dan
hewan. Ini diberikan secara tulus tanpa memperdulikan siapa makhluk yang mengambil
dan memanfaatkannya. Filosofi dari kehidupan tumbuhan ini menjadi cerminan bagi
filosofi hidup orang Magelang dalam melakoni hidup juga kudu memberi manfaat bagi
makhluk lain.
Puluhan nama kampung di Magelang yang diembel-embeli nama flora membuktikan
bahwa orang Magelang memang sangat mengidolakan tumbuhan. Sadar tidak sadar,
mereka telah menjadikan tumbuhan sedulur sinarawedi sekaligus perlambang dari
kekuatan, kesabaran, kejujuran, keikhlasan, kesetiaan, yang dianut dan didambakan.
Kecenderungan tersebut benar-benar mengejawantah pada unen-unen atau peribahasa
atau gunungan dalam pertunjukan wayang yang memuat ajaran agar manusia meneladani
dan bertindak selaras dengan alam yang tidak punya pamrih kecuali sekadar berbakti
dan melayani makhluk hidup.
Sebagaimana orang Jawa umumnya, budi pekerti masyarakat Magelang pun nyaris digali
dari kehidupan tumbuhan. Maka, tak berlebihan jika menilai manusia Jawa laiknya
tuwuhan yang memiliki pikir, rasa, dan karsa dalam mengemban tugas mulia memayu
hayuning bawana. Maklum jika keberadaan tumbuhan nyaris menyertai kehidupan orang