Page 45 - Toponim Magelang_Final
P. 45
32 Toponim Kota Magelang
bentuk kesenian bergengsi tempo dulu, pertunjukan wayang hanya diselenggarakan
oleh mereka yang mampu menanggapnya dengan membiayai semua kebutuhan. Di
samping biaya membayar pelaku kesenian, pertunjukan wayang memerlukan ruang
dan perangkat yang kompleks dan luas sehingga jenis ekspresi karya seni ini hanya bisa
ditampilkan di lokasi strategis seperti di rumah atau pendopo bupati, alun-alun dan
tempat tinggal orang kaya lainnya.
1
Karena tipe pertunjukannya elitis, pelaku utama kesenian ini juga menduduki status
dan posisi terhormat dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalang sebagai pemimpin
sekaligus sutradara dari pertunjukan wayang merupakan sosok istimewa. Bukan hanya
memiliki kepandaian dan ketrampilan, tetapi sering pula bertemali dengan kekayaan
2
sebagai hasil kerjanya dan kesaktian gaib dari hasil tapa brata. Namun yang utama
ialah posisi dalang punya kedekatan dan berelasi erat dengan elite sosial, baik pejabat
penguasa maupun orang kaya. 3
Sebagai konsekuensi dari statusnya yang terpenting ini, tempat tinggal dalang menjadi
suatu lokasi khusus yang populer karena keberadaan sosok itu di kampungnya, dan hal
ini berlaku pula di Magelang. Terlepas dari siapa nama sosok itu, dalang lebih kondang
dari status pekerjaannya, dan ini bisa terjadi secara turun-temurun. Seorang anak akan
mewarisi keahlian, profesi, sekaligus ketenaran ayahnya sebagai dalang. Tak ayal, dari
situ akan terbentuk dinasti keluarga dalang setelah meluas lewat kawin-mengawin.
Kampung Dalangan masyur lantaran adanya seorang dalang terkenal yang tinggal di
sana. Kemudian, berketurunan dan berkeluarga yang bercokol di tempat itu pula.
Di Kota Magelang, lokasi Kampung Dalangan terdapat di dalam dan luar kota,
tergantung pada profesi dalang yang bermukim di sana. Mengingat kedekatan sosok
4
dalang secara profesi dengan elite sosial kala itu, dapat diasumsikan bahwa lokasi tinggal
1 Bagoes Wiryomartono. Javanese Culture and the Meanings of Locality: Studies on the Arts, Urbanism,
Polity and Society (London: Lexington Books, 2016). hlm. 78.
2 Victoria M. Clara van Groenendael. The Dalang Behind the Wayang: the Role of the Surakarta and
the Yogyakarta Dalang in Indonesian-Javanese Society. (Dordrecht: Foris Publications, 1985). hlm. 5.
3 Barbara Hetley. Javanese Performance on an Indonesian Stage: Celebrating Culture, Embracing
Change. (Singapore: NUS Press, 2008). hlm. 69.
4 “Pager Goenoeng, een der mooiste districten van Magelang”, dalam de Indishe Coiurant, 24 Januari
1938, lembar ke-2.