Page 48 - just duit_Spread
P. 48
Contoh lain adalah: Bayangkan, anda pernah beragama "A" dan
menjadi sangat fanatik untuk membela agama tersebut, bahkan sam-
pai berdebat dan berkelahi dengan teman atau keluarga anda, karena
anda sangat percaya bahwa agama itulah yang terbaik dan terbenar
dengan segala argumen dan bukti empiris. Nah, jika karena sesuatu
hal anda berganti kepercayaan menjadi beragama "B", mungkin ka-
rena anda lebih diberkati atau mendapat pertolongan Illahi, apakah
yang akan terjadi? Dengan sama fanatiknya seperti dulu anda mem-
bela agama "A" yang bahkan kini anda hujat mungkin, anda kini
berdebat dan bahkan berkelahi demi agama "B" yang anda percayai
paling benar dan paling berguna.
Pertanyaannya: Mengapa demikian? Apakah kita ini memang ma-
nusia plin-plan, ataukah kita mempercayai hal yang salah? Ataukah
memang di dunia ini tidak ada sesuatu yang mutlak benar atau
mutlak salah, sehingga apa pun kepercayaan kita akan ada benarnya
dan ada salahnya?
Saya tidak tahu, karena saya belum menguasai ilmu segala sesuatu
yang maha tahu. Menurut pendapat saya, memang di dunia ini tidak
ada hal yang mutlak benar dan mutlak salah, atau mutlak baik dan
mutlak buruk. Sesuatu menjadi baik atau buruk tergantung keper-
cayaan kita, dan berlaku bagi diri kita sendiri serta orang yang
sepaham dengan kita.
Dan kepercayaan itu terbentuk sesuai dengan input atau referensi
pengalaman yang kita terima sebagai fakta atau kebenaran. Bagi ke-
percayaan, adalah tidak penting apakah input, atau data, atau fakta
yang kita percayai itu adalah benar atau kenyataan ataukah tidak.
Pokoknya kita berpikir, berperilaku dan hidup seperti yang kita per-
cayai, that's it! Itulah sebabnya seringkali kita melihat perilaku atau
buah pikiran orang yang bagi kita nampak gila, namun bagi orang
lain dianggap sebagai hal yang luarbiasa indah.
Karena referensi pengalaman yang membentuk kepercayaan kita
bisa saja berasal dari sumber yang faktual dan benar maupun keliru
—seperti misalnya ajaran dan teladan orangtua, atau buku, atau
filem, dan sebagainya—kita pun bisa mempercayai sesuatu hanya ber-
dasarkan ha-sil imajinasi saja. Sekalipun terdengar aneh, tapi
32