Page 85 - qowaid
P. 85
QAWA’ID FIQHIYYAH
kembar siam tersebut. Besar kemungkinan bayi itu
meninggal karena adanya faktor lain di luar tindakan
medis dalam waktu singkat.
i. Kaidah
ُ
َ
َ
َ
مْيرْحَتلا ىلَع ُلْيِلَّدلا َّلُدَي ىَتح ةحاَبلإا ِءاَيْشلأا يِف ُلْصلأا
َ
َ
ِ ِ
ِ
“Hukum asal segala sesuatu itu adalah kebolehan sampai
ada dalil yang menunjukkan keharamnya”.
Menurut Imam Syafi’i asal segala sesuatu yang bermanfaat
adalah halal selama tidak ada dalil yang
mengharamkannya. Sedangkan hukum asal sesuatu yang
membahayakan adalah haram. Sementara menurut Imam
Hanafi, asal suatu perkara adalah haram, kecuali ada dalil
yang menghalalkannya. Perbedaan antara kedua Imam
tersebut akan tampak pada perkara yang tidak memiliki
keterangan yang jelas dari syariat, menurut Imam Syafi’i
halal sedangkan menurut Imam Hanafi haram.
Contoh aplikasi dari kaidah ini antara lain:
1) Apabila ada binatang yang belum ada dalil yang tegas
tentang keharamannya, maka hukumnya boleh
dimakan.
2) Menurut Imam Nawawi yang sependapat dengan Imam
Syafi’i mengatakan bahwa hukumnya halal tumbuh-
tumbuhan dan buah-buahan yang tidak diketahui nama
dan hukumnya.
j. Kaidah
َ
ُ ةَقْيِقحلا مَلََكلا يِف ُلْصلأَا
َ
ِ
“Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang
sebenarnya”.
Secara bahasa hakikat berarti makna sesungguhnya.
Menurut istilah hakikat ialah sebuah makna asli tanpa
adanya penambahan atau pengurangan yang sesuai dengan
makna kata atau ucapan. Seperti contoh penggunaan kata
membunuh itu sama artinya dengan menghilangkan nyawa
seseorang. Sedangkan majaz itu kebalikan dari hakikat.
Majaz di sini berarti sebuah kata yang memiliki makna lain
dan telah mengalami perubahan atau pembiasan dari
74