Page 88 - qowaid
P. 88

QAWA’ID FIQHIYYAH



                          antara  suami  istri  adalah  haram.  Hingga  adanya  sesuatu
                          yang  melatarbelakangi  hal  tersebut  menjadi  halal  yakni
                          akad nikah. Kaidah cabang ini juga memiliki hubungan erat
                          dengan  kaidah  “Inna  at-takhrim  mughallabun  fi  al-ibdla”
                          sesungguhnya  pengharaman  itu  dimenangkan  dalam
                          perkara  seksual  (farji).  Oleh  karena  itu,  jika  terjadi
                          perselisihan hukum diantara halal dengan haram terhadap
                          diri  seorang  wanita,  maka  hukum  haram  itulah  yang
                          diunggulkan  dan  dimenangkan.  Dengan  kata  lain,  yang
                          dijadikan patokan hukum pada diri seorang wanita adalah
                          haram,  karena  hukum  asal  dari  seksual  (farji)  adalah
                          haram.
                          Contah-contoh  dari  kaidah  cabang  ini  adalah  sebagai
                          berikut:
                          1) Seseorang  yang  ingin  menikahi  seorang  perempuan.
                             Namun ia masih ragu dengan perempuan itu. Apakah si
                             perempuan  itu  mahramnya  atau  perempuan  lain
                             (ajnabi). Dalam hal ini hukumnya haram menikahinya
                             atas dasar pengharaman asal.
                          2)  Jika dikabarkan kepada seorang laki-laki bahwa di suatu
                             desa  terdapat  perempuan  yang  haram  dinikahinya,
                             namun  ia  tidak  dapat  memastikan  mana  satu
                             perempuan  yang  dimaksudkan  itu.  Mengacu  pada
                             kaidah  tersebut,  ia  tidak  dapat  menikahi  semua
                             perempuan  yang  ada  di  desa  itu,  sampai  ia  dapat
                             memastikan  seorang  perempuan  yang  tidak  dapat
                             dinikahinya.
                       m. Kaidah

                                      َ
                                                      َ
                                                  ُ
                                                                                  َ
                                ِهِفَلَ ِ خ ىلَع ُلْيِلَّدلا مقَي ملام ِهِءاَقَبَب مَكْحُي نمَزب  َتَبَتث ام
                                                     ْ َ
                                                                                     َ
                                                                 ُ
                                                                         َ ِ
                                                 ْ
                          “Apa yang ditetapkan berdasarkan waktu, maka hukumnya
                          ditetapkan berdasarkan berlakunya waktu tersebut selama
                          tidak ada dalil yang bertentangan dengannya”.

                          Kaidah cabang ini memiliki kaitan erat dan hampir sama
                                                                           َ
                                                     َ
                          dengan kaidah   َناَك ام ىلَع َناَك ام ءاَقب ُلْصلأا ( artinya
                                                               َ ُ
                                                 َ
                                          )
                          sesuatu  yang  sifat  hukumnya  tetap  dan  ditetapkan  sejak
                          waktu  lampau  kemudian  dalam  pelaksanaannya  berlaku
                          sampai  sekarang  hingga  ada  dalil  yang  mengubahnya.
                          Kaidah  ini  dapat  dipahami  bahwa  perbuatan  yang  telah
                                                   77
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93