Page 93 - qowaid
P. 93

QAWA’ID FIQHIYYAH



                       Agama itu mudah, tidak memberatkan. Yusrun lawan dari kata
                       ‘usyrun.
                               80
                             Jadi   makna     kaidah    tersebut   adalah    kesulitan
                       menyebabkan adanya kemudahan. Maksudnya adalah bahwa
                       hukum-hukum  yang  dalam  penerapannya  menimbulkan
                       kesulitan  dan kesukaran bagi mukallaf (subyek hukum), maka
                       syariah meringankankannya tanpa kesulitan dan kesukaran.
                             Dalam  ilmu  Fiqh,  kesulitan  yang  membawa  kepada
                       kemudahan itu setidaknya ada tujuh macam, yaitu:
                       1. Sedang dalam perjalanan (al-safar). Misalnya, boleh Qasar
                          shalat, buka puasa, dan meninggalkan shalat Jum’at.
                       2. Keadaan  sakit.  Misalnya,  boleh  tayamum  ketika  sulit
                          memakai air, shalat fardhu sambil duduk, berbuka puasa
                          bulan ramadhan dengan  kewajiban qadha  setelah sehat,
                          ditundanya  pelaksanaan  had  sampai  terpidana  sembuh,
                          wanita yang sedang menstruasi.
                       3. Keadaan     terpaksa     yang    membahayakan        kepada
                          kelangsungan hidupnya. Setiap akad yang dilakukan dalam
                          keadaan terpaksa  maka akad tersebut tidak sah  seperti
                          jual  beli,  gadai,  sewa  menyewa,  karena  bertentangan
                          dengan prinsip ridha (rela), merusak atau menghancurkan
                          barang orang lain karena dipaksa.
                       4. Lupa (al-nisyan) misalnya seorang lupa makan dan minum
                          pada  waktu  puasa,  lupa  membayar  utang  tidak  diberi
                          sanksi, tetapi bukan pura-pura lupa.
                       5. Ketidaktahuan (al-jahl). Misalnya, orang yang baru masuk
                          Islam karena tidak tahu, kemudian makan makanan yang
                          diharamkan, maka dia tidak dikenai sanksi. Seorang wakil
                          yang tidak tahu bahwa yang di wakilkan kepadanya dalam
                          keadaan  dilarang bertindak hukum, misalnya pailit maka
                          tindakan hukum si wakil adalah sah sampai dia tahu bahwa
                          yang  mewakilkan kepadanya dalam keadaan mahjur ‘alaih
                          (dilaranhg melakukan tindakan hukum oleh hakim). Dalam
                          contoh ini ada kaidah lain bahwa ketidak tahuan tentang
                          hukum   tidak bias diterima di  negeri  Muslim, dalam arti
                          kemungkinan untuk tahu telah ada.





                   80  M. Shiddiq bin Ahmad, al-Wajiz fi Idhah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, cet.1, (Beirut:
                   Muassasah al-Risalah, 1983), hlm. 129.
                                                   82
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98