Page 94 - qowaid
P. 94
QAWA’ID FIQHIYYAH
ْ ْ
َ
ْ
ْ
ماَكْحلأا لْهجب ُ رذُعلا م َ لَْسِلَراَد يِف ُلَبقُي َ لَ
ِ
ِ
ِ َ ِ
“Tidak terima di negeri Muslim alasan tidak tahu tentang
hukum Islam”
6. Umum al-Balwa. Misalnya, kebolehan bai al-salam
(uangnya dahulu, barangnya belum ada). Kebolehan dokter
melihat kepada bukan mahramnya demi untuk mengobati,
sekadar yang di butuhkan dalam pengobatan. Percikan air
dari tanah yang mengenai sarung untuk shalat.
7. Kekurangmampuan bertindak hukum (al-naqsh).
Misalnya, anak kecil, orang gila, orang dalam keadaan
mabuk. Dalam ilmu hukum, yang berhubungan dengan
palaku ini disebut unsur pema’af, termasuk di dalamnya
keadaan terpaksa atau di paksa.
81
Al-masyaqqah itu sendiri bersifat individual. Bagi si A
mungkin masyaqqah tetapi bagi si B tidak terasa masyaqqah.
Akan tetapi ada standar umum yang sesungguhnya bukan
masyaqqah dan karenanya tidak menyebabkan keringanan
di dalam pelaksanaan ibadah, seperti terasa berat wudhu
pada musim dingin, atau terasa berat shaum pada musim
panas, atau juga terasa berat bagi terpidana dalam
menjalankan hukuman. Masyaqqah semacam ini tidak
menyebabkan keringanan di dalam ibadah dan dalam
ketaatan kepada Allah. Sebab apabila dibolehkan keringanan
dalam masyaqqah tersebut akan menyebabkan hilangnya
kemaslahatan ibadah dan ketaatan dan menyebabkan
lalainya manusia di dalam melaksanakan ibadah.
82
Yang dikehendaki dalam dengan kaidah tersebut bahwa
kita dalam melaksanakan ibadah itu tidak ifrath ( melampaui
batas) dan tafrith (kurang dari batas). Oleh karena itu, para
ulama membagi masyaqqah ini menjadi tiga tingkatan, yakni:
1. Al-Masyaqqah al-Azhimmah (kesulitan yang sangat berat),
seperti kekhawatiran akan hilangnya jiwa dan/ atau
rusaknya anggota badan. Hilangnya jiwa dan/atau
anggota badan menyebabkan kita tidak bisa
81 Ahmad Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 56.
82 Izzuddin bin Abd al-Salam, Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Juz II,
(Darul Jail, 1980), hlm. 7.
83