Page 99 - qowaid
P. 99
QAWA’ID FIQHIYYAH
dalam harta, apakah ia turut menanggung pembayaran diyat
tersebut ataukah tidak? Maka dalam hal ini terdapat
perselisihan di kalangan para ulama.
E. Kaidah Furu’iyyah
Beberapa kaidah yang merupakan cabang dari
ُ َّ
َّ
kaidah ُ رْيِسْيتلا ُبِلْجَت ةقَشملَا antara lain:
a. Kaidah
َ
َّ
عستِا ُ رْملأا َقاَض اَذِا
َ َ
“Apabila suatu perkara menjadi sempit maka hukumnya
meluas”
Menurut Syeikh Izz al-Din bin Abdul Salam bahwa syariat
Islam itu dibangun atas dasar jika sesuatu perkara itu sulit
dan sempit, maka menjadi luas. Salah satu tujuan adanya
syariat Islam adalah membawa kebahagiaan umatnya baik
di dunia maupun di akhirat. Kaidah ini sesungguhnya lebih
tepat merupakan cabang dari kaidah “al-masyaqqah tajlib
al-taisir ” , sebab al masyaqqah itu adalah kesempitan atau
kesulitan.
Contoh-contoh kaidah cabang tersebut antara lain:
1) Apabila seorang wanita tidak memiliki atau kehilangan
wali saat bepergian jauh, dan pada waktu itu ada seorang
laki-laki yang ingin menikahinya, maka dalam konteks ini
(kesulitan) wanita boleh mengangkat orang laki-laki lain
yang bukan mahram untuk menjadi walinya.
2) Boleh berbuka puasa pada bulan Ramadhan karena sakit
atau bepergian jauh. Sakit dan bepergian jauh
merupakan suatu kesempitan, maka hukumnya menjadi
luas yaitu kebolehan berbuka. Akan tetapi, bila orang
sakit itu sembuh kembali, maka hukum wajib melakukan
puasa itu kembali pula.
3) Berkaitan dengan lalat yang hinggap di atas najis,
kemudian berterbangan dengan membawa najis
tersebut lalu hinggap di tubuh atau pakaian seseorang.
Dari sini maka najis yang ada di kaki lalat tersebut
hukumnya diampuni (ma’fu) karena sulitnya
88