Page 103 - qowaid
P. 103

QAWA’ID FIQHIYYAH



                          “Setiap  sesuatu  yang  sudah  melewati  batas  kewajaran,
                          memiliki hukum yang sebaliknya”

                          Kaidah  cabang  ini  adalah  hasil  sintesa  (perpaduan)  dua
                          kaidah  sebelumnya.  Artinya,  kaidah  ini  memandang,
                          sempit  dan  luasnya  suatu  keadaan  akan  berakibat
                          timbulnya  hukum  kebalikannya;  ketika  kondisi  sulit
                          berarti  hukumnya  ringan;  saat  keadaan  lapang  akan
                          membuat  hukum  menjadi  ketat.  Al-Ghazali-lah  yang
                          melakukan  upaya  sintetik  tersebut,  yakni  melalui
                          perpaduan  dua  kaidah  cabang  sebelumnya,  yang  jika
                          dilihat sepintas agaknya saling bertolak belakang, padahal
                          kenyataannya mempunyai substansi yang senada.
                          Contoh penerapan dari kaidah tersebut antara lain:
                          1) Apabila seorang wanita tidak memiliki atau kehilangan
                             wali  saat  bepergian  jauh,  dan  pada  waktu  itu  ada
                             seorang laki-laki yang ingin menikahinya, maka dalam
                             konteks ini (kesulitan) wanita boleh mengangkat orang
                             laki-laki  lain  yang  bukan  mahram  untuk  menjadi
                             walinya.
                          2) Boleh  berbuka  puasa  pada  bulan  Ramadhan  karena
                             sakit  atau  bepergian  jauh.  Sakit  dan  bepergian    jauh
                             merupakan  suatu  kesempitan,  maka  hukumnya
                             menjadi luas yaitu kebolehan berbuka. Akan tetapi, bila
                             orang  sakit  itu  sembuh  kembali,  maka  hukum  wajib
                             melakukan puasa itu kembali pula.
                          3) Wanita  yang  sedang  menstruasi  dilarang  shalat  dan
                             puasa.  Larangan  tersebut  menjadi  hilang  bila
                             menstruiasinya  berhenti.  Kewajiban  melaksanakan
                             shalat  fardhu  dan  puasa  ramadhan    kembali  lagi  dan
                             boleh  melaksanakan  shalat  fardhu  dan  puasa
                             ramadhan.
                          4) Pada  saat  melaksanakan  shalat,  kita  tidak  boleh
                             melakukan  banyak  gerakan  dan  berulang-ulang  jika
                             tidak  ada  kepentingan  yang  mendesak.  Namun  jika
                             sebaliknya maka diperbolehkan. Dalam kasus ini ketika
                             seseorang  dalam  keadaan  longgar,  maka  hukumnya
                             menjadi sempit yaitu tidak diperbolehkan melakukan
                             banyak gerakan dan berulang-ulang saat shalat.
                       e.  Kaidah




                                                   92
   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108