Page 106 - qowaid
P. 106

QAWA’ID FIQHIYYAH




                          Maksud dari kaidah ini apabila sebuah ucapan sulit untuk
                          diberi makna baik secara hakiki maupun majazi, atau tidak
                          sesuai  dengan  realita  yang  ada  baik  secara  akal  maupun
                          adat maka ucapan tersebut tidak berfungsi.
                          Contoh penerapan dari kaidah tersebut antara lain:
                          1) Seseorang yang mengaku bahwa bayi yang ditemukan
                             sebab hilang itu adalah anaknya. Setelah dilakukan tes
                             DNA ternyata orang tersebut tidak memiliki kesamaan
                             garis keturunan dengannya. Oleh karena itu perkataan
                             orang tersebut tidak diakui.
                          2) Persengketaan  harta  waris.  Ketika  ada  orang
                             meninggal,  kemudian  datang  seseorang  dengan
                             mengatakan  bahwa  ia  adalah  anak  dari  almarhum.
                             Setelah dilakukan pengecekan baik dari kartu keluarga
                             maupun akta kelahirannya ternyata ia tidak tercantum
                             dalam kartu keluarga almarhum dan juga usianya lebih
                             tua  dari  almarhum.  Sesuai  kondisi  tersebut  maka  ia
                             tidak  berhak  mendapat  harta  waris  serta  ucapannya
                             diabaikan.
                          3) Masalah  poligami.  Seorang  suami  yang  memiliki  istri
                             lebih  dari  satu  menjatuhkan  talak  kepada  istri  yang
                             pertama dengan perkataan “kamu saya talak 4”. Si istri
                             tadi  mengatakan  bahwa  talak  3  saja  sudah  cukup.
                             Kemudian  si  suami  mengatakan  bahwa  selebihnya
                             untuk  mentalak  istri  yang  lain.  Dalam  kasus  ini  talak
                             tidak  dianggap  jatuh  baik  kepada  istri  yang  pertama
                             maupun  istri  yang  lainnya  karena  batas  dari  talak
                             berdasarkan syariah hanya sampai 3.
                       h.  Kaidah
                                                   ْ
                                              ِءاَدِتْبلإا ىِف  ُ رَفَتْغُي َلَ ام ماوَّدلا ىِف  ُ رَفَتْغُي
                                                 ِ
                                                                   َ ِ َ
                          “Bisa dimaafkan pada kelanjutan perbuatan dan tidak bisa
                          dimaafkan pada permulaannya”     .

                          Maksud dari kaidah ini adalah meneruskan suatu perbuatan
                          yang  awalnya  sudah  ada  maka  ada  kelonggaran  dalam
                          mengerjakannya  atau  diperbolehkan.  Sedangkan  apabila
                          memulai dari awal ini yang hukumnya menjadi terlarang.
                          Sebagaimana  kaidah  tersebut  tentu  memberi  kemudahan


                                                   95
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111