Page 2 - 3. SKI_ MI_ KELAS_III_KSKK_2020_Kamimadrasah
P. 2
In the past few years, fi ntech has been increasing signi fi cantly, which, to some extent, has led to its growing Kualitatif
topic as discussed among the recent academic works. For example, its substantive de fi nition has been bukti dari
addressed as the synonymous of internet fi nance ( Ping and Chuanwei, 2013 ), internet of thing of fi nancial Indonesia
services ( Kim et al., 2016 ), innovation in commercial startups ( Ramlall, 2018 ) yet is disruptive ( Lee and Shin,
2018 ) and algorithm trading ( Jantarakolica and Jantarakolica, 2018 ). Interestingly, Schueffel (2016) harmonised
the intellectual de fi nition of fi ntech from 200 scienti fi c articles covering more than 40 years. In his work, fi ntech is
explained as a new fi nancial industry that applies technology to improve economic activities ( Schueffel, 2016 ). 355
There are at least six types of fi ntech business models currently operating in the world according to Lee and Shin
(2018) . One, payment business models, for example, in Indonesia are GO-pay, OVO and DANA. Two, wealth
management business model or robo-advisors, for instance, Finansialku. Three, crowdfunding business with the
forms of rewards-based such as Kickstarter and Mapan, crowdfunding donation-based such as KitaBisa and
equity- based such as Akseleran. Four, lending business model or P2P, such as DanaMas, iGrow and
Abangdesa. Five, capital market business model for trading and foreign currency transactions, for example,
Robinhood and eToro. And six, insurance services model, for instance, Censio and CoverFox ( Chen, 2018 ; Lee
and Shin, 2018 ). In line with the growth of Islamic fi nance worldwide, fi ntech has unlocked substantial opportunity
for global Islamic fi nance practices. The term “ Islamic fi ntech ” kini telah menjadi topik penting di antara para ahli
baik akademisi maupun profesional industri. Namun, upaya yang disengaja belum dilakukan untuk de fi secara
sistematis.
2.1.1 Pembentukan de fi nisi Islam fi ntech. Wintermeyer (2017) menjelaskan potensi islami fi ntech dengan
mempertimbangkan signi fi tidak bisa meningkat dalam penawaran startup
Shar saya ' ah- produk yang sesuai. Contoh dari mereka fi perusahaan termasuk Islamic robo-advis untuk dana yang
diperdagangkan di bursa Wahed, pasar aset alternatif Islam Yielders, e-Wakalah untuk crowdfunding real estate
EthisCrowd, dan banyak lainnya termasuk P2P lending ( Wintermeyer, 2017 ).
Selanjutnya prospek dan tantangan Islam fi ntech, setidaknya, telah ditangani secara sistematis oleh Firmansyah
dan Anwar (2019) . Dari wawancara para ahli, mereka menyebutkan bahwa masa depan Islam fi ntech menjanjikan,
terutama di negara-negara dengan mayoritas Muslim. Mereka fi nding sejalan dengan Islam fi laporan global ntech
yang dikeluarkan oleh
DinarStandard (2018) , yang menyatakan bahwa populasi unbanked paling banyak berada di negara muslim dimana
populasi millennial sebagai penetrasi smartphone tertinggi jumlahnya besar. Kedua komponen ini - generasi millennial
dan smartphone - adalah penggerak pasar utama
fi ntech ( DinarStandard, 2018 ).
Diskusi Islam fi ntech, khususnya dalam bidang studi keilmuan, masih tergolong baru. Jadi, de substantifnya fi Nisi tetap
absen dalam karya akademik yang ada. Oleh karena itu, untuk mendorong pembahasan dalam penelitian ini, makalah ini de fi nes
lebih jauh Islam fi ntech dengan mengadopsi dari
Schueffel ' s (2016) penjelasan. Penulis menawarkan de fi nisi Islam fi ntech sebagai berikut:
Inovatif fi industri keuangan yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan fi kegiatan keuangan yang o ff eh Shar saya ' ah-
produk dan layanan yang sesuai. Fintech yang dikategorikan Islam harus mengedepankan teori Islam maqasid al-Shar saya '
ah ( tujuan hukum Islam). Karenanya, Islami
fi ntech harus mengadopsi dan mendeklarasikan kontrak Islami, seperti murabahah ( plus biaya fi nancing),
musharakah ( perusahaan patungan), mudarabah ( kemitraan modal dan tenaga kerja), dan kontrak Islami lainnya dalam perjanjian
bisnis mereka. Selanjutnya, Islam fi ntech fi rms juga harus relevan dengan yang ada fatwa ( pendapat hukum) dan mengikuti aturan
dan regulasi yang dikeluarkan oleh otoritas masing-masing.

