Page 135 - EBOOK_Modal Sosial Petani Dalam Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Daerah
P. 135
Pembangunan| 115
7. Tamat SMA 7 17,5
Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner, 2010.
Berdasarkan umur dan pendidikan petani di atas, maka
peningkatan kualitas petani yang dilaksanakan di desa Bangunjiwo
akan sulit dilakukan. Faktor umur dan kualitas lulusan akan
menyulitkan bagi para petani untuk dapat mempelajari pendidikan,
keterampilan dan penyuluhan yang diberikan kepadanya. Ilmu yang
ada akan digunakan hanya untuk diri sendiri dan jarang sekali akan
ditularkan kepada petani lain. Ini dapat terjadi karena tidak adanya
keberanian untuk menyampaikan informasi, karena kemampuan
penyampaian informasi yang jelek dan berkurangnya daya belajar
untuk mengingat informasi yang diterima.
Pembangunan pertanian berkelanjutan, selain harus mampu
melindungi lingkungan dan usaha pertanian, juga harus mampu
menyediakan subjek petani itu sendiri dengan kemampuan dan
pengetahuan yang baik, sehingga mampu mengangkat derajat petani
menjadi sebuah pekerjaan yang diminati masyarakat. Salah satu cara
untuk itu adalah dengan menyekolahkan anak-anak mereka setinggi
mungkin. Kecenderungan petani untuk meningkatkan pendidikan
anak-anaknya setinggi mungkin dianggap baik bila dipandang secara
umum, tetapi hal tersebut malah membawa efek negatif ke dalam
dunia pertanian. Efeknya adalah anak-anak yang telah bersekolah
tinggi jarang sekali mau kembali menjadi petani sehingga jumlah
petani akan semakin berkurang.
Hal ini sebenarnya telah disadari oleh petani, paling tidak
seperti yang diungkapkan oleh Pak Langgeng seperti dikutip di
bawah ini.
“Anak saya yang bersekolah di
universitas ada 2 orang, tapi bukan di
sekolah pertanian… sekolah yang anakku
pilih adalah berdasarkan keinginan
mereka sendiri. Saya tidak ingin mereka
jadi petani karena menjadi petani itu
susah” (Wawancara, 10 Juni 2010).
Senada dengan yang diucapkan oleh Pak Langgeng, Pak
Sumadi juga memberikan komentar tentang yang hampir sama.
Menurutnya: