Page 8 - PERAN PERPUSTAKAAN SEJARAH AGUS SASTRAWAN NOOR DALAM PENGEMBANGAN KAJIAN SEJARAH DI KALANGAN MAHASISWA
P. 8
Pemanfaatan perpustakaan oleh mahasiswa sangat dipengaruhi oleh persepsi dan
motivasi mereka terhadap perpustakaan. Menurut Tella (2007), faktor-faktor seperti
ketersediaan sumber informasi, kenyamanan fasilitas, dan aksesibilitas bahan
pustaka menjadi kunci utama dalam menentukan sejauh mana mahasiswa
memanfaatkan perpustakaan. Teori ini menjelaskan bahwa perpustakaan yang
mampu menyediakan koleksi yang relevan dan layanan yang responsif akan lebih
sering dimanfaatkan oleh mahasiswa.
Di sisi lain, teori pemanfaatan perpustakaan juga menyebutkan pentingnya strategi
promosi dan literasi informasi yang diterapkan oleh perpustakaan (Kuhlthau, 2004).
Dengan demikian, perpustakaan perlu secara aktif memperkenalkan koleksi dan
layanan mereka kepada mahasiswa untuk mendorong pemanfaatan yang lebih
optimal.
4) Teori Kualitas Layanan Perpustakaan
Dalam konteks manajemen perpustakaan, kualitas layanan sangat menentukan
kepuasan dan penggunaan perpustakaan oleh penggunanya. Menurut Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry (1988) dalam teori SERVQUAL, kualitas layanan
perpustakaan dapat diukur melalui lima dimensi utama, yaitu:
a) Tangibility (Keberwujudan): Penampilan fisik perpustakaan, seperti bangunan,
ruang baca, dan fasilitas yang tersedia.
b) Reliability (Keandalan): Kemampuan perpustakaan dalam menyediakan
sumber informasi yang akurat dan up-to-date.
c) Responsiveness (Daya Tanggap): Kesiapan pustakawan dan staf dalam
melayani kebutuhan pengguna.
d) Assurance (Jaminan): Pengetahuan dan kompetensi pustakawan dalam
membantu pengguna.
e) Empathy (Empati): Sikap ramah dan perhatian pustakawan terhadap kebutuhan
pengguna.
Dalam konteks Perpustakaan Sejarah Agus Sastrawan Noor, penerapan teori
SERVQUAL dapat membantu dalam mengevaluasi kualitas layanan yang diberikan
kepada mahasiswa dan bagaimana layanan tersebut memengaruhi pengembangan
kajian sejarah.
5) Teori Pembelajaran Mandiri
Teori pembelajaran mandiri (self-directed learning) yang dikemukakan oleh
Knowles (1975) sangat relevan dengan pemanfaatan perpustakaan di kalangan
mahasiswa. Pembelajaran mandiri mengacu pada proses di mana individu
mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran mereka. Perpustakaan sebagai
sumber utama bahan ajar menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar
secara mandiri, yang merupakan aspek penting dalam pendidikan tinggi, termasuk
di bidang sejarah.
Menurut Garrison (1997), pembelajaran mandiri memungkinkan mahasiswa untuk
mengembangkan kemampuan riset, analisis, dan interpretasi secara mendalam
melalui penggunaan berbagai sumber informasi yang tersedia di perpustakaan. Oleh
karena itu, perpustakaan yang mendukung pembelajaran mandiri dapat
meningkatkan kualitas kajian akademik mahasiswa.
5