Page 20 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945 Terbaru
P. 20
Menurut Asep Bahtiar dkk (2018: 33) mengemukakan bahwa
Kehadiran Kiai Manab rupanya tidak disukai oleh penduduk sekitar.
Waktu itu masih berjumlah 41 kepala keluarga. Mereka yang menjadi
perusuh, maling, atau perampok mrasa terusik dengan kehadiran
beliau. Tak ayal, segala bentuk teror, baik pada siang maupun malam,
semua itu beliau hadapi satu persatu dengan terus bertabligh, amar
ma’ruf nahi munkar. Bahkan, bukan hanya itu. Kiai Manab pun
melakukan usaha batin, riyadlah (tirakat), berpuasa, memohon
pertolongan Allah. Sebab, bukan hanya mereka sajayang mengganggu
beliau, tapi juga para makhluk halus seperti jin jahat. Bahkan, sampai
sekarang, keangkeran itu masih terasa. Pada waktu itu banyak
penduduk Lirboyo yang belum Islam. Hal ini diperkuat dengan belum
adanya sarana masjid untuk menampung shalat Jum’at. Dengan
demikian, Kiai Manab yang petama menyebarkan Islam di desa Lirboyo.
Upaya Kiai Manab menyadarkan masyarakat Lirboyo lambat laun
menampakkan hasil. Banyak penduduk yang mulai insaf setelah
mendapat wejangan dari beliau. Bahkan, selang tidak begitu lama, Kiai
Manab telah mampu membangun sarana peribadatan sederhana, yaitu
sebuah Langgar Angkring.
Tiga tahun kemudian, bangunan itu disempurnakan menjadi
masjid. Tepatnya pada tahun 1913 M. Dengan terwujudnya masjid ini,
keberhasilan dakwah Kiai Manab semakin nyata. Fungsi masjid pun
kian berkembang. Bukan sekedar tempat ibadah, tapi juga sebagai
sarana pendidikan, tempat memberi mau’idhah, dan pengajian. Waktu
itu, mulai banyak masyarakat yang berguru kepada Kiai Manab.
Bahkan, sudah ada juga santri yang datang ke Lirboyo menuntut ilmu,
yakni seorang santri dari Madiun bernama Umar. Inilah santri pertama
yang menjadi cikal bakal keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo
yang dirintis dari bawah oleh Kiai Manab. Dengan hal ini diharapkan
Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa
yang aman dan tentram.