Page 59 - Perspektif Agraria Kritis
P. 59
Perspektif Agraria Kritis
konsistensi. Misalnya saja, istilah “sumber daya alam” dan
“sumber-sumber agraria” yang pada versi awalnya dipakai
secara bergantian untuk mengacu pada pengertian yang sama,
dalam buku ini dipilih istilah yang terakhir untuk digunakan
secara konsisten. Lantas, berbeda dari kebiasaan yang sudah
lazim selama ini, kata governance dalam buku ini penulis
terjemahkan menjadi “tata pengurusan” dan bukan “tata
1
kelola”.
Sebagai satu karya yang dikembangkan dari sejumlah
karangan tersiar, buku ini tentu tidak luput dari kelemahan
yang selalu dijumpai dalam sebuah buku kapita selekta. Alur
pemaparan maupun kaitan antar-bab tidak mungkin dapat
seketat sebuah tulisan yang sejak awal telah dimaksudkan
sebagai buku yang utuh. Beberapa pengulangan uraian yang
bisa ditemukan di sana sini juga merupakan risiko yang tidak
dapat dihindarkan sepenuhnya. Selain itu, tingkat kedalaman
pembahasan pada tiap bab juga tidak sama. Beberapa bab tidak
cukup mendalam karena pada mulanya ditulis untuk rubrik
opini di majalah atau koran yang ruangnya sangat terbatas.
Sementara beberapa bab lain, terutama yang khusus ditulis
untuk buku ini, menyajikan analisis yang panjang lebar.
Terlepas dari berbagai kekurangan di atas, buku ini—
atas dorongan banyak pihak—sengaja penulis terbitkan dalam
rangka menyediakan bacaan yang tidak terlampau berat,
namun pada saat yang sama cukup gamblang dan ilustratif,
1 Menurut hemat penulis, terjemahan “tata kelola” ini lebih tepat
diterapkan pada kata management ketimbang pada kata governance.
Dalam hal penerjemahan semacam ini penulis mengikuti jejak
Sangkoyo (2000). Sangkoyo bahkan mengusulkan penerjemahan kata
government menjadi “pengurus” ketimbang “pemerintah”. Sebab, kata
“pengurus” berasal dari kata dasar “urus” yang maknanya lebih sesuai
dengan tugas government sebagai penyelenggara pelayanan publik dan
penanggung jawab “urusan bersama” (res publica), sementara istilah
“pemerintah” berasal dari kata dasar “perintah” yang konotasinya tidak
terlepas dari unsur feodalisme dan bahkan otoritarianisme.
lviii