Page 9 - E-HANDOUT PERTEMPURAN-PERTEMPURAN PASCA KEMERDEKAAN
P. 9

I
                                                                              E
                                                                                 R
                                                                      L
                                                                    I
                                                                         I
                                                                          T
                                             AGRESI MILITER I
                                                              I
                                                          S
                                                                M

                                                 G
                                             A
                                                       E
                                                    R
                                                          Perbedaan  pendapat  dan  penafsiran  terhadap  hasil
                                                    Perjanjian  Linggarjati  ternyata  menimbulkan  konflik
                                                    antara Indonesia dan Belanda. Pada tanggal 27 Mei 1947,
                                                    Belanda  mengeluarkan  nota  ultimatum  yang  harus
                                                    dijawab  pemerintah  Indonesia  dalam  waktu  14  hari  (2
                                                    minggu).  Lalu  pada  tanggal  15  Juli  1947,  van  Mook
                                                    mengeluarkan  ultimatum  supaya  RI  menarik  mundur
                                                    pasukan  sejauh  10  km.  dari  garis  demarkasi.  Tentu
                                                    pimpinan  RI  menolak  permintaan  Belanda  ini.  Tujuan
                                                    utama  agresi  Belanda  adalah  merebut  daerah-daerah
                                                    perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber
             daya  alam  terutama  minyak.  Namun  sebagai  kedok  untuk  dunia  internasional,  Belanda
             menamakan  agresi  militer  ini  sebagai  “Aksi  Polisionil”  dan  menyatakan  tindakan  ini  sebagai
             urusan dalam negeri. Dilain tujuan untuk menguasai wilayah serta sumber daya alam Pulau Jawa
             dan Pulau Sumatera. Sementara di Sumatera sendiri, Belanda bertujuan menguasai perkebunan
             dan  pertambangan  khususnya  minyak  dan  batu  bara.  Kekayaan  alam  ini  akan  menjadi  modal
             ekonomi  Kerajaan  Belanda.    Alasan  lain  dari  terjadinya  Agresi  Militer  ini  adalah  keinginan
             Belanda  untuk  menghancurkan  pertahanan  terdepan  rakyat  Indonesia  yakni  para  Tentara
             Nasional serta para milisi pro-Indonesia. Agresi Militer I ini tentunya memicu kemarahan rakyat,
             hal ini dikarenakan Belanda mengingkari isi perjanjian Linggarjati di mana seharusnya Belanda
             mengakui  bahwa  Sumatera,  Jawa,  serta  Madura  adalah  wilayah  Indonesia.  Namun,  pada
             kenyataannya Belanda justru melakukan penyerangan di wilayah tersebut.
                   Dalam menghadapi serangan ini, terdapat dua jalan yang dilalui oleh pihak Indonesia, yang
             pertama  adalah  melalui  perlawanan  fisik  yang  dilakukan  oleh  para  tokoh  militer,  yang  kedua
             adalah  jalur  diplomasi  yang  dilakukan  oleh  tokoh  politik.  Jalur  diplomasi  yang  dilakukan  oleh
             para tokoh politik ini sangat merugikan pihak Indonesia hal ini dikarenakan pada perjanjian yang
             disebut  dengan  Perjanjian  Renville  ini,  wilayah  Republik  Indonesia  hanya  diakui  pada  wilayah
             Jawa  Tengah,  Yogyakarta,  serta  sebagian  wilayah  di  Pulau  Sumatera  (Safitri,  2023).  Letnan
             Gubernur  Jenderal  Belanda,  Dr.  H.J.  van  Mook  menyampaikan  pidato  radio  di  mana  dia
             menyatakan,  bahwa  Belanda  tidak  lagi  terikat  dengan  Persetujuan  Linggajati.  Pada  saat  itu
             jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang
             modern,  termasuk  persenjataan  berat  yang  dihibahkan  oleh  tentara  Inggris  dan  tentara
             Australia.  Namun,  usaha  untuk  mencapai  kesepakatan  terhadap  nota  tersebut  tidak  dapat
             diwujudkan, sehingga pada 21 Juli 1947 Belanda mulai melancarkan serangan ke seluruh daerah
             Indonesia (Kharisma, 2016).
                   Pada tanggal 21 juli 1947, pukul 00.00 (malam hari), Belanda melancarkan Aksi Militer. Pada
             hari  pertama  gerakan  pasukan  Belanda  berhasil  menduduki  kota-kota  Jakarta,  Semarang,
             Medan,  Padang  dan  Palembang,  tiga  hari  kemudian  mereka  bergerak  merebut  Cirebon,
             Cikampek, Bandung, Malang, Surabaya, Banyuwangi, Probolinggo, dan Binjai. Dengan serangan
             mendadak itu, Belanda menguasai daerah pertanian penghasil pangan di Jawa, perkebunan di
             Indonesia  Timur  dan  Jawa  Timur,  serta  ladang  minyak  dan  pertambangan  batu  bara  sekitar
             Palembang, Aksi Militer yang digencarkan oleh Belanda disebut Aksi Polisionil pada hakikatnya
             bersifat  perang  Kolonial.  Aksi  militer  pertama  dipimpin  oleh  Jenderal  Simon  Hendrik  Spoor,
             Panglima  Tentara  Belanda,  direncanakan  dalam  4  jenis  oprasi,  yang  paling  pokok  adalah
             Operatie  Product  dengan  tujuan  utama  menduduki  daerah  yang  secara  ekonomis  potensinya
             besar untuk menghasilkan devisa, sedangkan operatie Amsterdam yang dimaksud untuk
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14