Page 53 - Kecerdasan Emosional Menuju Keluarga Sakinah
P. 53
Dra. Hayati, M. Ag
(perkawinan berazaskan agama), pandangan agama baik
Islam maupun non Islam, pada dasarnya menolak terjadinya
perkawinan antar agama. 27 Semua agama menghendaki agar
perkawinan dilakukan oleh satu agama (se-iman). Bagi umat
Islam tentang hal ini sudah cukup jelas dan tidak diragukan
atasnya, bahwa tidak dibenarkan perkawinan dengan non
muslim sebagaimana dalam Firman Allah surat al-Baqarah
ayat 221 yang artinya:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
Perbedaan agama dalam perkawinan, merupakan stresor
psikososial terjadinya berbagai bentuk gangguan kejiwaan (konflik
kejiwaan), yang pada gilirannya tidak terwujudnya keluarga
bahagia (sakinah) sebagaimana yang diidamkan pada waktu
pernikahan itu dilangsungkan. Faktor afeksional yang merupakan
pilar utama sukar diwujudkan karena perbedaan dasar aqidahnya,
bahkan dapat nienimbulkan pertentangan. Konsekwensi lebih
lanjut adalah pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal
yang mungkin terjadi jika konflik perbedaan agama itu tidak
terselesaikan, maka pasangan suami istri itu tidak akan
mengamalkan agama yang dianutnya, melainkan mereka memilih
____________
27 Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Perkawinan (Jakarta: Akademi Pressindo, 1986).
52