Page 6 - E-Modul Bet-Hedging and Epigenetic Inheritance in Bacterial Cell Development
P. 6
Tingkat pertumbuhan total mikro koloni mengikuti kurva klasik dengan fase
eksponensial diikuti oleh fase diauxic. Fase pertumbuhan diauxic secara
eksklusif digunakan oleh sel-sel yang tidak berspora, disebabkan
pembentukan spora merupakan proses yang panjang dan intensif energi. Hal
ini, menyebabkan sel-sel yang bersporulasi menggunakan overf low. Induksi
metabolisme berlebih dapat dipantau dengan mengikuti ekspresi jalur
katabolik acetoin (acoA-L), yang dapat diaktifkan ketika media pertumbuhan
habis untuk glukosa (Silbersack et al. dalam Veening et al., 2008). Semua sel
dalam mikrokoloni mengekspresikan operon ini pada akhir fase pertumbuhan
logaritmik. Sel-sel bersporulasi tidak terus tumbuh kemungkinan disebabkan
adanya peningkatan konsentrasi Spo0A P dalam sel-sel tersebut. Sehingga
dapat diketahui bahwa tingginya tingkat Spo0A P mampu menghambat
pembelahan sel simetris (vegetatif) (Ben and Losick dalam Veening et al.,
2008).
Sel yang tidak bersporulasi saat nutrisi menjadi terbatas tidak akan hilang.
Dengan mengikuti fate pertumbuhan diauxic, jumlahnya meningkat, dan
bersporulasi kemudian dengan menggunakan nutrisi yang dilepaskan oleh sel
yang telah lisis. Saat sel induk melisis untuk melepaskan endospora dan
melepaskan komponen seluler yang dapat digunakan sebagai sumber nutrisi.
Heterogenitas dalam waktu pembentukan spora memungkinkan pemanfaatan
sumber daya ini yang jika tidak akan hilang (Veening et al., 2008).
Fate sel ketiga dalam pendewasaan Bacillus subtilis koloni adalah lisis sel,
serta ini merupakan kegagalan untuk menyelesaikan diferensiasi yang disukai
faktor pembunuh sporulasi tidak bertanggung jawab atas lisis. Hal ini,
menunjukkan peran penyebab intrinsik atau ekstrinsik lainnya. Penuaan sel
adalah fenomena universal yang juga mempengaruhi bakteri, seperti pada
proteobakteria E.coli dan Caulobacter crescentus (Stewart et al. dalam
Veening et al., 2008).
2