Page 92 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
        P. 92
     Untuk model penyuaraan Pemilu DPR, surat suara di Pemilu 1955 berisikan
           nomor, nama dan tanda gambar peserta pemilu, serta nomor dan nama-
           nama calon. Sedangkan pemberian suara dilakukan dengan memilih tanda
           gambar  peserta  pemilu  atau  memilih  calon  atau  memilih  tanda  gambar
           peserta pemilu dan calon sekaligus (Effendi 2016).
           Terkait dengan penetapan pemenang untuk Pemilu DPR, masih menurut
           Effendi (2016), jumlah kursi diberikan kepada para peserta pemilu sesuai
           dengan  perolehan  jumlah  suaranya  dibagi  dengan  Bilangan  Pembagi
           Pemilih (BPP) di masing-masing dapil. Jika masih terdapat kursi sisa, maka
           pembagian  kursi  tersisa  didasarkan  pada  urutan  sisa  suara  terbanyak
           berikutnya.
           2. Pemilu-Pemilu Orde Baru
           Pemilu di Periode Orde Baru diselenggarakan pada tahun 1971, 1977, 1982,
           1987, 1992, dan 1997. Pemilu-pemilu yang penuh dengan rekayasa tersebut
           diselenggarakan untuk memilih sebagian anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
           DPRD  Kabupaten/Kotamadya,  karena  tidak  semua  anggota  lembaga
           legislatif  saat  itu  dipilih  melalui  pemilu.  Sistem  yang  digunakan  adalah
           Sistem  Perwakilan  Berimbang.  Sebagai  tambahan  informasi,  tidak  ada
           pilpres secara langsung saat itu.
           Dapil di pemilu DPR adalah Provinsi, dapil di pemilu DPRD Provinsi adalah
           Kabupaten/Kotamadya, dan dapil di pemilu DPRD Kabupaten/Kotamadya
           adalah  kecamatan.  Jumlah  kursi  untuk  DPR  yang  diisi  dari  hasil  pemilu
           adalah 360 kursi di Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, 365 kursi di Pemilu 1982,
           400 kursi di Pemilu 1987 dan Pemilu 1992, dan 425 kursi di Pemilu 1997.
           Sedangkan  jumlah  kursi  DPRD  Provinsi  dan  DPRD  Kabupaten/Kotamadya
           sesuai dengan proporsi jumlah penduduk.
           Terkait  dengan  pencalonan  di  pemilu-pemilunya  Orde  Baru,  beberapa
           fenomena  perlu  untuk  didiskusikan.  Pertama,  kebijakan  fusi  atau
           penggabungan Parpol pasca Pemilu 1971 oleh pemerintah, dimana Partai
           Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat
           Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam (Perti) sebagai peserta Pemilu 1971
           dipaksanakan oleh pemerintah untuk bergabung di dalam Partai Persatuan
     76     BAB 3 – SISTEM PEMILU





