Page 65 - Semangat Berbagi Semangat Menginspirasi (1)
P. 65

    Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi!
Membangun Karakter Siswa Melalui Storytelling Oleh: Ratih Sundari - Bandung Independent School, Jawa Barat
Pembelajaran jarak jauh dengan media utama teknologi dapat membuat siswa dan guru mudah lelah, seperti lelah karena menatap layar teknologi dan lelah secara mental karena kurang berinteraksi sosial. Untuk meminimalisir rasa lelah tersebut, terdapat banyak hal yang dapat dieksplorasi dan diterapkan oleh guru, sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan, siswa berinteraksi secara sosial, dan mencapai penguasaan materi pelajaran yang maksimal.
Selain mencapai penguasaan materi pelajaran, guru juga tetap memiliki kewajiban untuk terus mendidik siswanya: yaitu membangun, membentuk, dan mempertahankan karakter baik siswa. Dalam konteks ini, banyak hal yang dapat dilakukan oleh guru, salah satunya adalah storytelling. Storytelling dapat dilakukan untuk tujuan pembentukan karakter dan juga sebagai bentuk pleasure moment bersama untuk mengurangi rasa lelah belajar.
Dalam hal pembentukan karakter melalui storytelling, guru dapat membacakan cerita kepada siswa, mendiskusikan nilai positif dari cerita tersebut, dan penerapannya dalam kehidupan. Memang belum terlalu banyak studi yang membahas dampak positif storytelling terhadap karakter siswa, namun dalam artikel ini, saya akan menyampaikan pengalaman saya dalam melakukan storytelling dengan sumber cerita buku bacaan dan keluaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini.
Mengenai pemilihan cerita, guru dapat memilih cerita yang berkaitan dengan tema pembelajaran, hal-hal yang disukai siswa atau berdasarkan kebutuhan emosional mereka. Di balik itu semua, guru diharapkan memilih cerita yang menarik, memiliki nilai moral, tidak sulit dipahami, serta sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Panjangnya cerita juga disesuaikan dengan level siswa. Sebagai contoh, untuk siswa TK, saya memilih buku cerita yang tidak banyak memiliki tulisan, melainkan lebih banyak gambar. Untuk siswa dengan tingkat lebih tinggi, saya akan memilih buku yang lebih tebal dengan hanya membacakan kesimpulan dari suatu buku atau suatu bab, dan juga membacakan pesan-pesan utama dalam buku tersebut, seperti kutipan-kutipan penting.
Berdasarkan pengalaman saya, storytelling akan lebih maksimal jika menggunakan Zoom Meeting, karena siswa dan guru dapat berinteraksi langsung. Sedangkan untuk mengetahui pemahaman siswa, kita dapat menggunakan Padlet, Kahoot, atau aplikasi lainnya yang mendukung. Di luar itu semua, diskusi langsung melalui Zoom juga sangat disarankan sebagai bentuk interaksi sosial, namun tetap menerapkan peraturan Zoom Meeting kelas. Saat diskusi melalui Zoom, jika jumlah siswa di dalam kelas sangat banyak, guru dapat memilih nama siswa menggunakan aplikasi pemilihan nama secara acak, siswa yang terpilih diharapkan menyampaikan nilai positif dari cerita tersebut. Selain itu, guru diharapkan meminta saran kepada siswa mengenai buku cerita yang akan didiskusikan di kemudian hari, sehingga siswa akan merasa dilibatkan dan memiliki sense of belonging.
Kegiatan storytelling ini memiliki tantangan dan kekurangan. Salah satu tantangannya adalah kegiatan ini mungkin tidak terlalu cocok untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik. Namun, guru dapat melibatkan mereka dalam sesi storytelling; seperti mengeluarkan suara tertentu untuk mendukung pembacaan cerita, ikut membacakan cerita, atau berperan sebagai salah satu karakter dalam cerita. Hal ini juga membutuhkan kerjasama dan persiapan yang cukup baik antara guru dan siswa.
Salah satu keluaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini adalah siswa senang setelah dibacakan cerita dan menggemari buku-buku bacaan dengan tema kebaikan. Saya juga melihat karakter positif mereka yang terefleksikan dalam kegiatan pembelajaran, seperti dalam interaksi dengan teman dan guru.
  57

























































































   63   64   65   66   67