Page 30 - E-Modul Urban Heritage Versi 2
P. 30

kanan-kirinya terdapat jendela kaca. Di sisi kiri bangunan terdapat menara dengan atap

                   tajuk  khas  gereja.  Atapnya  berkontruksi  pelana  yang  ditutup  genteng.  Seperti  pada
                   umumnya  gereja  ini  berfungsi  sebgai  tempat  peribadatan  umat  kristiani.  Upaya

                   pemerintah dalam melestarikan gereja in yaitu dengan melakukan renovasi pada bagian-
                   bagian yang mulai rusak, merkipun bangunan ini kini tidak begitu menonjolkan bangunan

                   khas Belanda, namun gereja ini masih kokoh berdiri melayani masyarakat sebagai tempat
                   beribadah.



                    Gereja ini dibangun pada masa penjajahan Belanda sejak tahun 1927, dengan nama awal
                   "Protestantsche Kerk in Nederlands Indie" di bawah kepemimpinan Pdt J Luther Ramp.

                   Gereja ini mula-mula hanya berbentuk persekutuan jemaat yang bertempat di perkebunan

                   "Kolonie  de  Giesting".  Setelah  disahkan  Gereja  "Protestantsche  Kerk  in  Nederlands
                   Indie" ini, melalui dasar hukum kelembagaan Staatsblad Hindia Belanda, S 1927 Nomor

                   156, tanggal 29 Juni 1927, gereja menurut hukum memiliki sifat sebagai Badan Hukum.
                   Jemaat  mulai  membangun  gedungnya  secara  bertahap,  karena  keterbatasan  dana  yang

                   dibutuhkan. Setelah delapan tahun terkumpul dana sebesar sebelas ribu seratus dua puluh
                   satu  gulden  tiga  puluh  sen  untuk  membangun  gedung  gereja  secara  utuh  (Panitia

                   Pelaksanaan Jubileum Gedung GPIB Marturian 16 Oct 1988, "Dari Bamboe Koening ke

                   Marturia")  banyak  donatur  ikut  berpartisipasi  dalam  pembangunan  dan  melengkapi
                   kebutuhan  gereja,  salah  satunya  bantuan  instalasi  listrik  yang  diberikan  oleh

                   Nederlandsche  Indische  Gast  Maatschappy  (salah  satu  PLN  Belanda  saat  itu),  dan
                   berbagai bantuan lain oleh jemaat gereja. Sehingga pada tanggal 16 Oktober 1938 sebuah

                   momentum  bersejarah,  setelah  delapan  tahun  lebih  penantian  warga  jemaat  akan
                   berdirinya  bangunan  gereja.  Akhirnya  telah  terwujud  dengan  dilaksanakan  pentahbisan

                   dan  peresmian  gedung  gereja  ini  yang  ditandai  dengan  bergema  lonceng  gereja  yang

                   kemudian hari pada masa pendudukan Jepang hilang dan mungkin telah dilebur.


                   Saat ini, selain sebagai  sarana untuk beribadat,  keberadaan Gereja Marturia ini dengan

                   legalitas dari pemerintah sebagai situs cagar budaya, diharapkan ada dinas terkait yang
                   ikut  mengawasi,  memelihara  dan  memberi  dukungan  dana  yang  diperlukan,  sehingga

                   bangunan gereja GPIB Marturia dapat terus lestari dan menjadi tujuan wisata edukasi-
                   religi bagi masyarakat yang terintegrasi dengan berbagai bangunan tua bersejarah di Kota

                   Bandar Lampung.


                                                                Modul Pembelajaran Sejarah  24
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35