Page 111 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 111
yang ada di Riau, khususnya di Senama Nenek, tanpa melibatkan
partisipasi masyarakat sebagai subjek terdampak dalam proses
perumusannya. Tahun 1979, negara melalui Menteri Pertanian
menerbitkan SK Nomor 178/KPTS/UM/III/1979 tentang Daerah
Pengembangan P.N/P.T Perkebunan.
Sebagai corong dari penerapan sistem pemerintahan yang
sentralistik dan otoriter pada masa itu, kebijakan Pusat yang
tertuang dalam SK Menteri Pertanian Nomor 178/KPTS/UM/III/
1979 disambut oleh Pemerintah Daerah Riau dengan terbitnya
SK Kepala Daerah Tingkat I Riau/ SK Gubernur Riau Nomor Kpts.
131/V/1083 tahun 1983 tentang Pencadangan Tanah untuk
Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet seluas lebih kurang 30.000
hektar di Kecamatan Tandun dan Siak Hulu Kabupaten Kampar
119
yang dikelola oleh PT. Perkebunan II Tanjung Morawa. Perlu
dipahami bahwa instrumen hukum atau kebijakan ini merupakan
alat pengendalian negara yang menentukan siapa yang diberi
akses dan siapa yang tidak.
Instrumen pengendalian lainnya, SK Menteri Kehutanan
Nomor 403/KPTS-II/1996 tentang Pelepasan Hutan Seluas
32.235 hektar di Kelompok Hutan Sei Lindai, Tapung Kiri
Kabupaten Tingkat II Kampar Provinsi Riau untuk Budi Daya
Perkebunan Kelapa Sawit. Di Senama Nenek, dengan berbagai
instrumen hukum tersebut, PTPN V kemudian mengambil paksa
119 Pada tahun 1983 Kecamatan Tandun masih menjadi bagian dari wilayah administratif
Daerah Tingkat II Kabupaten Kampar. Setelah beberapa wilayah Kabupaten Kampar
dimekarkan menjadi Kabupaten Rokan Hulu pada 12 Oktober 1996, Kecamatan Tandun
masuk menjadi bagian dari administratif Kabupaten Rokan Hulu. Dalam Maryati Bachtiar,
“Peranan Lembaga Adat Melayu Riau dalam Penyelesaian Konflik Tanah Ulayat di
Provinsi Riau,” Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 2, 2017, hlm. 303. Lihat juga Wan
Asrida, dkk., “Bentuk-bentuk Kekuasaan dalam Pemanfaatan Tanah Ulayat di Kabupaten
Kampar,” Nahkoda, Vol. 17, No. 29, 2018, hlm. 42.
76 Reforma Agraria Tanah Ulayat