Page 112 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 112
lahan ulayat Masyarakat Adat. Proses lahir kebijakan-kebijakan
tersebut tidak melibatkan partisipasi masyarakat adat secara
aktif. Artinya, keterwakilan masyarakat adat kurang dalam
proses penyusunan kebijakan menyangkut lahan atau tanah yang
menurut klaim mereka adalah ulayat mereka, sehingga muatan
materiilnya kontradiktif dengan konsep ideologi masyarakat adat
selama ini mengenai hak akses dan kepemilikan terhadap lahan
ulayat. Sebab itu, dalam perkembangannya keberadaan instrumen
pengendalian dari negara yang memiliki perbedaan ideologi
dalam memaknai tanah ulayat itu menjadi salah satu motor awal
terjadinya perlawanan Masyarakat Adat Senama Nenek.
Perjuangan Melawan Penyingkiran
Perlawanan agraria sering terjadi karena ketidakadilan yang
dirasakan oleh masyarakat yang memberontak. Dalam hal ini,
kata “eksploitasi” dianggap sama dengan “ketidakadilan” atau
menjadi lawan dari kosa kata “adil”. James C Scott mengatakan
bahwa secara alami sesuatu itu disebut eksploitatif adalah
pungutan yang paling sering mengancam unsur-unsur sentral
dari pengaturan-pengaturan subsistensi petani–dalam hal
ini masyarakat adat–, pungutan-pungutan yang paling sering
membuatnya rawan terhadap krisis-krisis subsistensi. 120
Mengutip dari Scott, masyarakat adat memiliki moral
tersendiri untuk menentukan atau menghindari terjadinya
eksploitasi, seperti: taraf hidup (standard of living), alternatif
terbaik berikutnya (next best alternative), resiprositas atau
pertukaran sepadan (reciprocity or equal exchange), dan harga
120 James C. Scott, The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast
Asia, Yale University Press, New Haven and London, 1976, p. 31.
Transformasi Agraria di Senama Nenek 77