Page 43 - E-BIOSTORIETTE STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN
P. 43

Berulang kali ibu Meri datang ke rumah kami, sangat nampak dalam
        penglihatan bahwa ia sedang berusaha mengambil hati anak-anak kekasihnya.
        Sesekali ia datang pagi buta hanya untuk sekadar membawa rantang berisi
        makanan untuk sarapan. Tak jarang juga ia seperti perawat setia yang selalu
        menemani ayah ketika sakitnya kambuh. Sampai pada akhirnya kami mulai merasa
        harus membuka hati, membenahi kepercayaan datangnya seorang ibu. Beberapa
        bulan setelah ibu sambungku hadir sebagai keluarga baru kami, kami merasa ada
        yang membuat kami bingung. Kepala kami seperti dipenuhi kalimat tanya, ada apa
        sebenarnya dengan ibu sambung kami ini. Bulan pertama setelah menikah dengan
        ayah, ibu Meri memang jarang sekali keluar rumah, kecuali pergi bersama ayah
        atau mengajak kami jalan-jalan. Namun, beberapa bulan setelahnya, ia seringkali
        meminta izin pergi meninggalkan rumah ketika ayah sudah pergi bekerja lalu
        sampai di rumah tepat sebelum ayah datang. Awalnya kami pikir memang
        sebelumnya ibu Meri memiliki pekerjaan yang sering menyita waktu siang harinya,
        tetapi semakin dilihat dan dipikir kembali, kami mulai merasa aneh.
        “Ibu mau pergi lagi? Ibu bekerja ya?” kataku yang penuh ingin tahu.
        “Iya Bu, kenapa Ibu sering keluar lama. Apa Ibu ada masalah?” kak Atang ikut
        menyahuti pertanyaanku juga.
        Ibu Meri hanya menimpali pertanyaan kami dengan senyuman dan helaan napas
        panjang. Masing-masing tangannya menyentuh pundak kami. “Kalian tidak perlu
        khawatir. Ibu tidak apa-apa. Ibu hanya ada keperluan dan urusan yang harus
        dikerjakan.” Tubuhnya hilang seketika. Jawabannya terlalu singkat untuk dapat
        kami pahami maksudnya.
                Suatu hari, ibu Meri tidak pulang sampai malam hari. Kami pun semakin
        dibuat bingung, karena ayah menanyakan keberadaan ibu. Mataku kembali beradu
        dengan saudara-saudaraku. Aku berpikir keras dan sekali lagi bertanya dalam hati,
        bagaimana bisa ayah tidak tahu kalau ibu sering pergi. Aku kira, ibu selalu
        meminta izin ayah sebelum pergi.
        “Jadi Ayah tidak tahu kalau ibu sering pergi keluar rumah setelah mengantar Ayah
        bekerja?” kini kak Bunga yang menyahuti ayah.
        Dilihat dari sisi manapun, raut wajah ayah memang seperti orang yang tak tahu
        apa-apa soal itu. “Pergi kemana? Ayah tidak tahu.”
        Kami semakin antusias membahas ini, suara televisi di ruang tamu semakin senyap
        dikecilkan. Suasana mendadak lebih serius karena wajah ayah yang tiba-tiba


                                          17
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48