Page 44 - E-BIOSTORIETTE STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN
P. 44

berubah pucat bercampur kesal. Entahlah aku tidak mengerti.
        “Kami kira Ayah tahu kalau ibu sering pergi. Kami juga tidak pernah tahu ibu pergi
        kemana. Kami hanya tahu ibu pergi, kemudian datang lagi untuk membuat
        makanan sebelum ayah datang sepulang kerja,” Danu mulai menjelaskan dengan
        nada perlahan.
        Wajah bingung ayah seperti mengalahkan kami. Aku sendiri bingung harus
        berbicara apa. Namun nampaknya diam memang lebih baik, karena aku masih
        takut ayah kecewa untuk kedua kalinya.
        “Kamu pikir aku ini siapa? Apa kamu senang aku menikahimu tanpa sadar dengan
        semua kebohongan di belakangmu itu? Kamu memang benar-benar sudah seperti
        Ibu yang tidak punya hati!” Suara lemparan pintu kamar atas mengagetkanku.
        Isakkan tangis dan perdebatan mulai terdengar samar. Tak lama setelah ayah pergi,
        ibu Meri keluar membawa koper. Suara klakson mobil ayah berbunyi, tandanya
        mobil siap untuk pergi membawa penumpang. Tak lama kemudian mobil itu benar-
        benar pergi menghilang. Sudah tiga jam berlalu, kami benar-benar khawatir dengan
        ayah dan ibu. Tidak lama kemudian, ayah kembali dalam keadaan diam membisu.
        Bahkan untuk sekadar menanyakan satu kalimat kepadanya saja kami tidak bisa.
        Ayah terlalu terburu-buru masuk ke kamarnya, bahkan kami menyangka ayah tidak
        melihat bahwa kami berkumpul di ruang tamu untuk menunggunya. Kami memang
        sangat ingin tahu apa yang terjadi, tapi kami mengerti kondisi ayah belum bisa
        diajak bicara. Kami memutuskan untuk diam, berpura-pura tidak tahu, sampai ayah
        membuka suara.
                Meja makan tak seramai biasanya. Berhari-hari makanan juga ikut menjadi
        dingin tertiup angin begitu lama. Bahkan kami membisu, seperti takut walau hanya
        sekadar mengeluarkan suara.
        “Mulai sekarang, ibu baru kalian itu tinggal di rumahnya sampai waktu yang belum
        ayah tahu. Ayah biarkan ia belajar lebih bertanggung jawab untuk mengurus anak-
        anak kandungnya yang masih sekolah,” sambil mengunyah sisa nasi di mulutnya,
        dengan nada santai dan tanpa ragu ayah berbicara seolah ini bukan masalah besar.
        “Anak-anak kandungnya? Maksud ayah ibu Meri...,” belum selesai kalimatku ayah
        memotongnya.    Kemudian    ayah   menjelaskan  dengan   sejelas-jelasnya.
        Mendengarnya, kami sangat terkejut. Bagaimana tidak? Ibu Meri sudah tinggal
        bersama kami hingga beberapa bulan, tetapi kami tidak pernah tahu siapa ia
        sebenarnya. Tidak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiran kami bahwa seorang

                                         18
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49