Page 52 - E-BIOSTORIETTE STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN
P. 52
nama keluarga besar dari pengantin meminta maaf jika acara pernikahan ini akan
kami sudahi lebih cepat dari waktu yang sudah direncanakan. Meskipun begitu,
kami berharap acara akan berlangsung seperti biasanya. Terima kasih dan selamat
menikmati hidangannya.”
Lelaki itu mendekatiku, lelaki yang memegang pengeras suara tadi. Ia menepuk
bahu suamiku, memandang kami sangat dalam. Ia adalah Danu, kakakku satu-
satunya keluarga yang hadir dipernikahan ini. Sekali lagi ia memandangku lebih
dalam, kini matanya mulai memerah dan basah. “Ayah kita sudah sembuh. Ayah
tidak akan kesakitan lagi.Tadi ayah menitipkan maaf karena tidak bisa menemani
kamu sekarang. Semoga kamu bahagia selalu ya adikku.” Baru kali ini aku
melihatnya mengusap air mata. Aku rasa kakakku ini lebih cengeng dari biasanya
Malam pernikahanku seperti sebuah ranting yang terbakar hangus. Hitam
menjadi arang, kulembutkan kemudian menjadi abu. Aku berjalan tanpa
menentukan arah. Pikirku, aku sedang tidur lelap. Nyatanya, kakiku memang
benar-benar sedang bergerak menjauh dari rumah. Kepalaku mulai pening. Kakiku
mulai kaku seperti kayu. Tanganku mulai gemetar. Aku mencoba mengatur napas
agar lebih teratur sesuai iramanya. Namun, aku kembali lagi seperti ini, aku hanya
ingin mengeluarkan air mata dan menghabiskan suaraku. Aku malu, aku menyesal.
Aku seperti manusia yang tidak sadar dalam kesadaranku. Aku kehabisan tenaga.
Pikiranku buruk. Hatiku pun menjadi buruk.
Langit menjadi lebih gelap dari biasanya dan aku masih berharap aku
sadar dalam kesadaranku. Angin itu datang. Angin itu mendorongku kembali ke
rumah. Semuanya masih sama seperti sebelum aku pergi menjauhi tempat itu.
Kursi di halaman rumah yang seharusnya milik tamuku, kini direbut ayah. Ayah
mengambil seluruh tamuku. Ayah membuat semua tamuku menghabiskan air
matanya. Seharusnya ayah meminta maaf kepadaku lebih lama. Ayah telah
mengambil semuanya secepat ini. Kebahagiaanku, hatiku, harapanku, semua itu
telah hilang ayah ambil bersama kepergiaannya yang takkan pernah kembali.
Ambulans itu hanya datang membawa ayah tanpa nyawanya. Aku masih tidak
percaya, mengapa semua orang membisu? Mengapa semua keluargaku tidak
berkabar? Apa mereka pikir aku akan begitu bahagia menikah tanpa ayah,
meninggalkannya dalam keadaan menahan sakit, kesepian. Aku ingin mereka tahu,
betapa merasa berdosanya aku, disaat detik terakhirnya pun aku tak ada. Aku kesal
dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku sungguh menyesal.
26