Page 68 - E-BIOSTORIETTE STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN
P. 68
benar seperti satu keluarga. Tak ada yang lebih kami inginkan saat itu, kecuali
mencoba memperbaiki tangis ini menjadi senyuman. Senyuman kami yang bukan
lagi karena sebuah kepalsuan. Seseorang pernah mengatakan, “Setiap orang pasti
memiliki kenangan. Entah itu kenangan pahit ataupun manis. Keduanya tetaplah
kenangan yang sudah berlalu. Bagaimanapun itu, kenangan akan tetap membekas.
Maka biarkan sebagian membekas sebagai pelajaran untuk menjadi lebih baik, lalu
sebagian lainnya hilangkan agar tidak terulang kesalahan lagi.” Lalu ia menepuk
bahuku, mengangguk dan mengeluarkan suaranya lagi, “Aku ini kakak tertuamu,
aku sudah cukup merasa puas mengalami luka dan kenangan pahit. Kamu lihat
ayah kita, ia memang terlihat biasa saja, bahkan untuk menangis mengeluarkan
perih hatinya karena ulah ibu dahulu ia pun tidak lakukan. Ayah selalu
mengajarkan kita untuk tidak menjadi pendendam. Kita hanya perlu menjadi lebih
dewasa. Belajar ikhlas dan memaafkan tanpa diminta. Kita terlahir dari sebuah
kasih sayang, maka jangan izinkan hati kita dipenuhi kebencian. Pergilah! Hampiri
Ibu baru kita itu, maafkanlah, peluklah ia.”
Sorot mata ibu Meri menggenang berat, seperti bendungan yang menahan air untuk
keluar. Sementara itu pipiku sudah basah dihujani air mata. Sambil memeluk
tubuhnya, bisik suara kami terbata-bata menahan tangis, “Maafkan ibu ya nak.”
“Iya Bu, Kara juga minta maaf dan kita mulai semuanya dari awal ya Bu.”
Semua seiisi rumah beradu pandang. Menahan haru yang tersampaikan
dalam sebuah akhir yang bahagia. Terima kasih kenangan, karena sempat singgah
menjajaki rumah kita. Semuanya singkat. Bagai segelas kopi pahit tanpa gula,
kemudian menjadi manis karena cinta. Cinta sebagai keluarga tanpa memandang
kita bukan terlahir dari rahim yang sama. Tidak ada kata mantan suami, ibu tiri,
ataupun saudara tiri, tetapi yang ada hanya kata keluarga. Ya, kita adalah satu
keluarga. Bagaimana bisa? Karena seburuk apapun masa lalu kita, itu hanyalah
kenangan. Bahkan kehancuran kenangan di masa lalu itu tidak sama dengan
kegagalan di masa depan. Ada yang pernah bertanya, ‘Apakah malam ini hujan?’
lalu tiba-tiba hujan datang, jatuhnya sudah di tanah bukan lagi di pipi. Kini aku
memandangi kembali anakku. Dalam hati kecilku berbisik lembut, “Kamu adalah
buah hati ibu. Kamu terlahir begitu sehat. Ini semua berkat metode kultur jaringan
itu, berkat bantuan nenekmu; nenek Meristem. Rasanya masih seperti mimpi.
Kemudian terbangun, terasa singkat, kamu sudah terlahir. Semua seperti hadiah
yang jatuh berlipat ganda. Ibu memilikimu, ibu memiliki mereka; keluarga baru.”
41