Page 269 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 APRIL 2020
P. 269

Title          SEBANYAK 92 AKADEMISI TOLAK OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER
               Media Name     republika.co.id
               Pub. Date      22 April 2020
                              https://republika.co.id/berita/q9770g354/sebanyak-92-akademisi-tolak-o mnibus-law-ruu-
               Page/URL
                              ciptaker
               Media Type     Pers Online
               Sentiment      Negative












               Sebanyak 92 akademisi lintas keilmuan menandatangani sebuah petisi yang berisi
               pernyataan sikap menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Sembilan puluh
               dua akademisi, yang telah menandatangani petisi yag telah disebar sejak Maret
               2020 hingga April 2020 terdiri dari 3 profesor, 2 guru besar, 30 doktor, 57 magister,
               dan 2 Sarjana.


               Dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, para akademisi sepakat bahwa
               omnibus law RUU Ciptaker memunculkan sejumlah persoalan di berbagai sektor.
               Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti
               mengungkapkan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk
               RUU Cipta Kerja seharusnya tidak semata-mata mengikuti norma ketentuan yang
               ada di dalam undang-undang dasar, maupun di dalam undang-undang, tetapi juga
               harus memperhatikan asas.


               Ia mencontohkan, di dalam UUD 1945 pembentukan UU itu hanya diatur di dalam
               Pasal 20, Pasal 5 ayat (1), serta Pasa 22D yang melibatkan DPD. Sedangkan
               faktanya, belum lama DPD justru menyatakan keberatan dengan adanya
               pembahasan RUU Ciptaker.

               "DPR harus mendengarkan suara DPD, karena di dalam rancangan undang-undang
               omnibus ini banyak juga diatur mengenai daerah termasuk di dalamnya mengenai
               pemerintahan daerah," kata Susi, Rabu (22/4).


               Selain itu, Susi mengingatkan agar DPR dan Pemerintah tidak mengesampingkan
               asas demokrasi dan prosedur pembentukan perundang-undangan. Menurutnya
               prosedur merupakan jantung hukum. Ia menambahkan, tanpa prosedur, maka
               peraturan atau hukum-hukum subtantif tidak dapat dilaksanakan.

               Susi juga mengingatkan bahwa keterbukaan menjadi salah satu asas di dalam
               pembentukan perundang-undangan. Undang-undang juga mengatakan bahwa
               masyarakat berhak menyampaikan aspirasi dalam proses pembentukan sebuah
               undang-undang.

               "Kalau DPR kemudian bersikukuh bersama-sama dengan pemerintah bersikukuh
               untuk membahas, maka telah terjadi amputasi terhadap demokrasi," tegasnya.




                                                      Page 268 of 273.
   264   265   266   267   268   269   270   271   272   273   274