Page 111 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JUNI 2020
P. 111

Padahal, penempatan ABK di kapal asing harus memperoleh izin dari Kemenaker berupa Surat
              Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI). Alternatifnya, bisa juga lewat
              izin di Kementerian Perhubungan lewat Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak
              Kapal (SIUPPAK).

              Permasalahan ini diungkapkan oleh Aris di tengah kasus penyiksaan terhadap dua ABK asal
              Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Barat (NTB) di kapal ikan Cina, LU QIAN YUA YU 901. Kedua
              ABK akhirnya melompat ke laut di Selat Malaka dan diselamatkan oleh nelayan Tanjung Balai
              Karimun, Kepulauan Riau.

              Kedua ABK direkrut oleh PT Duta Putra Group dan PT Dasa Putra. Aris pun telah mengecek
              database di Kemenaker. Hasilnya, perusahaan itu tidak masuk dalam daftar P3MI dan tidak
              pernah diberi izin SIP3MI oleh Kemenaker, menempatkan ABK di kapal asing.
              Sementara itu, Kepala Subbagian Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Benny, juga
              menyebutkan bahwa perusahaan tersebut tidak terdaftar di SIUPPAK Kemenhub. "Sesuai data
              yang kami publish di dokumenpelaut.dephub.go.id," kata dia.

              Lebih lanjut, Aris mengatakan permasalahan tidak hanya pada pelanggaran izin penempatan.
              Di lapangan, ada juga penempatan ABK lewat orang pribadi maupun secara ilegal. Ari menduga
              kedua ABK yang mengalami penyiksaan ini justru direkrut oleh agen orang pribadi.

              Terakhir, masalah muncul karena perizinan yang tidak satu pintu seperti saat ini. Sehingga,
              kerap terjadi tumpang tindih pengawasan di lapangan ketika kasus seperti ini terjadi.

              Koordinator  Fisher  Center  Bitung,  Diani,  juga  menyampaikan  masalah  bertahun  di  dunia
              pelayaran ini. Fisher Center adalah organisasi yang pertama kali melaporkan kasus penyiksaan
              terhadap dua ABK di kapal ikan Cina.

              Menurut  dia,  pengawasan  terhadap  ABK  tumpah  tindih,  antara    Kemenhub    ,  Kemenaker,
              Kementerian  Kelautan  dan  Perikanan,  hingga  Badan  Perlidungan  Pekerja  Migran  Indonesia
              (BP2MI). Tak hanya pengawasan, aturan hukum pun tumpang tindih.

              Situasi ini, kata Diani, pada akhirnya menyebabkan kerugian bagi para korban. "Ketidakpastian
              hukum tersebut bisa dipakai menjadi dalih oleh penegak hukum untuk menolak melanjutkan
              penyelidikan atas pelanggaran hukum yang sudah dilaporkan," kata dia.

              FAJAR PEBRIANTO.


























                                                           110
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116