Page 59 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JUNI 2020
P. 59

Persoalan yang muncul adalah pekerja yang tidak masuk kriteria ini pun masih banyak yang
              tidak memiliki rumah. Apalagi, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di sejumlah bank mematok suku
              bunga yang cukup tinggi.

              "Kalau di Tapera ini uang yang kita taruh dapat 2% saja hebat, sedangkan suku bunga deposito
              pemerintah itu 5%. Artinya, uang itu enggak produktif," tutur Timboel.

              Jika mengacu pada imbal hasil Jaminan Hari Tlra (JHT) BP Jamsostek yang mencapai 6,08%
              per tahun, dia mengakui rata-rata imbal hasil yang dicatatkan JHT masih berada di atas suku
              bunga.

              Peserta  Tapera  yang  masuk  kategori  MBR  pun  tak  serta  merta  mendapatkan  pembiayaan
              perumahan karena penilaian kelayakan didasarkan atas skala prioritas.

              Berdasarkan Pasal 39 ayat 2 PP No. 25/2020, kriteria urutan prioritas ditentukan oleh lamanya
              masa kepesertaan, tingkat kelancaran membayar simpanan, tingkat urgensi kepemilikan rumah,
              dan ketersediaan dana pemanfaatan.

              "Kalau kita baca dari kriteria yang pertama, terkait masa iurannya, kalau pekerja formal relatif
              rentan kepada PHK [Pemutusan Hubungan Kerja). Bisa saja setahun kerja lalu di-PHK, enggak
              bayar lagi," terang Timboel.
              Kemudian, kriteria ketiga dinilainya sangat subjektif dari sudut pandang Badan Pengelola (BP)
              Tapera. Kelancaran pembayaran simpanan juga masih menjadi pertanyaan karena kedisiplinan
              pengusaha membayar jaminan sosial masih kurang, apalagi membayar Tapera.

              Timboel menyebut kekurangan lain program ini adalah kemungkinan masa tunggu yang sangat
              lama, bahkan berpeluang mencapai puluhan tahun karena adanya skala prioritas. Para pekerja
              harus  bersaing  dengan  PNS,  TNI,  dan  Polri  dengan  tingkat  kedisiplinan  yang  sangat  tinggi
              karena dijamin negara.
              Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menyatakan program Tapera memunculkan beban
              tambahan bagi pengusaha dan pekerja. Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani menilai
              program  ini  menjadi  duplikasi  dari  program  Manfaat  Layanan  Tambahan  (MLT)  perumahan
              pekerja bagi peserta program JHT BP Jamsostek.
              Dia mengatakan sangat disayangkan jika dana yang ada di BP Jamsostek dari program MIT
              tidak terkelola dengan maksimal karena ada program serupa dari pemerintah.

              Apindo  berharap  program  MU  dapat  digunakan  untuk  pekerja  swasta,  sedangkan  Tapera
              ditujukan untuk ASN, TNI, dan Polri.

              Berdasarkan catatan Apindo, saat ini, beban yang harus ditanggung perusahaan untuk setiap
              pekerja  dengan  me-ngecualikan  Tapera  mencapai  18,24---19,74%.  Jumlah  ini  masih  harus
              ditambah  dengan  kenaikan  gaji  otomatis  setiap  tahun  seperti  aturan  pemerintah  dengan
              menjumlahkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

              MOMEN TIDAK TEPAT
              Ekonom  Institute  for  Development  of Economics  and  Finance  (Indef)  Eko  Listiyanto  menilai
              peluncuran Tapera tidak dalam momen yang tepat karena Indonesia masih bergulat dengan
              dampak pandemi COVID-19.

              "Kalau melihat situasi program ini diluncurkan sekarang, momennya enggak tepat karena daya
              beli lagi rendah. Hampir semua masyarakat bawah fokusnya ke pemenuhan kebutuhan lain,


                                                           58
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64