Page 75 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JUNI 2020
P. 75
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanuddin Aco , JAKARTA - Himpunan Pengusaha Jasa
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) meminta Kepala Badan Pelindungan Pekerja
Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani melakukan sinkronisasi dengan Kementerian
Ketenagakerjaan (Kemenaker) soal pelaksanaan teknis operasional sistem pelindungan dan
penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Sebelumnya, dua asosiasi yakni Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati)dan
Asosiasi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (Aspataki) mendukung kebijakan
Kepala BP2MI Benny Ramdhani, di antaranya melaksanakan amanat UU 18 Tahun 2017
tentang Perlindungan PMI, khususnya tentang pembiayaan.
Pada Pasal 30 ayat 1 disebutkan, Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya
penempatan. Sementara ayat 2 disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai biaya penempatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
"Sikap kami dari Himsataki bukan tidak mendukung atas kebijakan Kepala BP2MI tersebut,
akan tetap hemat kami sebagaimana tertera dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, frasa Pasal 30 adalah 'cukup jelas'.
Hal tersebut bermakna bahwa pembentuk undang-undang menganggap rumusan norma dalam
batang tubuh tidak perlu diperjelas lagi karena dianggap sudah jelas," kata Ketua Umum
Himsataki , Tegap Hardjadmo dalam keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020).
Namun menurut Tegap, tidak ada salahnya BP2MI melihat dan mencari referensi tentang
dokumen-dokumen pembahasan, naskah akademik, atau sistematika undang-undang
berkenaan pasal tersebut agar tidak terjadi salah penafsiran atas pasal tersebut.
Dalam penafsiran Himsataki kata Tegap, UU tersebut secara logika berada dan saling
berhubungan antara satu dengan lainnya, yakni mewujudkan kesatuan yang melahirkan
pendelegasian kewenangan untuk mengatur lebih lanjut sesuatu hal dengan Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan Peraturan Badan yang tujuannya adalah
melindungi PMI atau calon PMI dan keluargaya sebagai subjek, dan bukan objek.
"Tidak ada salahnya BP2MI melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan kementerian
terkait dalam pelaksanaan dari UU tersebut," tuturnya.
Pihaknya berharap kebijakan yang dikeluarkan dalam penyelengaraan dan pelaksanaan UU
tersebut berjalan cepat, berintegritas, netral, transparan dan akuntabel. Terkait kebijakan
BP2MI yang merujuk Pasal 30 ayat 1 UU tersebut dan telah mendapat dukungan Apjati dan
Aspataki, kata Tegap, pada prinsipnya Himsataki mendukung, namun perlu disertai evaluasi
dan audit terhadap proses penempatan dan perlindungan yang berjalan saat ini.
Yakni mempertimbangkan bahwa masing-masing negara penempatan memiliki kebijakan yang
berbeda terkait pembebanan biaya rekrutmen bagi pemberi kerja serta persaingan dengan
negara pengirim lainnya.
"Kedua, jenis jabatan pekerjaan bagi calon PMI yang berbeda struktur biayanya, berbeda antara
bekerja kepada perseorangan dan badan hukum, berbeda antara low skill, semi-skilled dan
skilled," urainya.
Ketiga, ada transparansi dalam menyusun biaya penempatan sehingga pembebanan biaya
kepada siapapun dianggap adil.
"Terakhir, risiko keuangan dalam hal pembebanan biaya," pungkasnya..
74