Page 83 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JUNI 2020
P. 83

melakukan sinkronisasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) soal pelaksanaan
              teknis operasional sistem pelindungan dan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

              Sebelumnya, dua asosiasi yakni Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) dan
              Asosiasi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (ASPATAKI) mendukung kebijakan
              Kepala BP2MI Benny Ramdhani, di antaranya melaksanakan amanat UU 18 Tahun 2017 tentang
              Perlindungan PMI, khususnya tentang pembiayaan.

              Pada  Pasal  30  ayat  1  disebutkan,  Pekerja  Migran  Indonesia  tidak  dapat  dibebani  biaya
              penempatan. Sementara ayat 2 disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai biaya penempatan
              sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

              "Sikap kami dari HIMSATAKI bukan tidak mendukung atas kebijakan Kepala BP2MI tersebut,
              akan  tetap  hemat  kami  sebagaimana  tertera  dalam  penjelasan  Undang-Undang  Nomor  18
              Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, frasa Pasal 30 adalah 'cukup jelas'.
              Hal tersebut bermakna bahwa pembentuk undang-undang menganggap rumusan norma dalam
              batang tubuh tidak perlu diperjelas lagi karena dianggap sudah jelas," kata Ketum HIMSATAKI
              Tegap Hardjadmo dalam keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020).

              Namun,  menurut  Tegap,  tidak  ada  salahnya  BP2MI  melihat  dan  mencari  referensi  tentang
              dokumen-dokumen  pembahasan,  naskah  akademik,  atau  sistematika  undang-undang
              berkenaan pasal tersebut agar tidak terjadi salah penafsiran atas pasal tersebut.
              Dalam  penafsiran  HIMSATAKI,  kata  Tegap,  UU  tersebut  secara  logika  berada  dan  saling
              berhubungan  antara  satu  dengan  lainnya,  yakni  mewujudkan  kesatuan  yang  melahirkan
              pendelegasian  kewenangan  untuk  mengatur  lebih  lanjut  sesuatu  hal  dengan  Peraturan
              Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan Peraturan Badan yang tujuannya adalah
              melindungi PMI atau calon PMI dan keluargaya sebagai subjek, dan bukan objek.

              "Tidak ada salahnya BP2MI melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan kementerian terkait
              dalam pelaksanaan dari UU tersebut," tuturnya.

              Pihaknya  berharap  kebijakan  yang  dikeluarkan  dalam  penyelengaraan  dan  pelaksanaan  UU
              tersebut berjalan cepat, berintegritas, netral, transparan dan akuntabel.

              Terkait  kebijakan  BP2MI  yang  merujuk  Pasal  30  ayat  1  UU  tersebut  dan  telah  mendapat
              dukungan APJATI dan ASPATAKI, kata Tegap, pada prinsipnya HIMSATAKI mendukung, namun
              perlu disertai evaluasi dan audit terhadap proses penempatan dan perlindungan yang berjalan
              saat ini.

              Yakni mempertimbangkan bahwa masing-masing negara penempatan memiliki kebijakan yang
              berbeda  terkait  pembebanan  biaya  rekrutmen  bagi  pemberi  kerja  serta  persaingan  dengan
              negara pengirim lainnya.

              "Kedua, jenis jabatan pekerjaan bagi calon PMI yang berbeda struktur biayanya, berbeda antara
              bekerja  kepada  perseorangan  dan  badan  hukum,  berbeda  antara  low  skill,  semi-skilled  dan
              skilled," urainya.

              Ketiga,  ada  transparansi  dalam  menyusun  biaya  penempatan  sehingga  pembebanan  biaya
              kepada  siapapun  dianggap  adil.  "Terakhir,  risiko  keuangan  dalam  hal  pembebanan  biaya,"
              pungkasnya.

              (fri/jpnn)  Jangan Lewatkan Video Terbaru:.



                                                           82
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88