Page 26 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 26
UU CIPTAKER PERLUAS LAPANGAN KERJA
JAKARTA, - Merespons positif UU Cipta Kerja, sedikitnya 153 perusahaan segera membangun
usaha di Indonesia. Kehadiran omnibus law pertama ini disambut positif oleh para pelaku usaha,
mulai dari UMKM, koperasi, hingga korporasi, domestik maupun asing. Reaksi negatif sejumlah
elemen bangsa lebih disebabkan oleh belum tersosialisasinya UU baru ini.
Dalam waktu kurang dari sebulan, pemerintah akan menyelesaikan 35 peraturan pemerintah
(PP) dan lima peraturan presiden (perpres). UU Cipta Kerja (Ciptaker) akan mengakselerasi
masuknya investasi baru, mendorong ekspansi pelaku bisnis yang sudah berusaha di Indonesia,
membuka lapangan pekerjaan bagi tujuh juta pengangguran terbuka dan 2,7 juta tambahan
angkatan kerja baru setiap tahun, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
"UU Cipta Kerja hadir untuk menyederhanakan, menyinkronisasi, dan memangkas obesitas
regulasi yang menghambat investasi guna memperluas lapangan pekerjaan," kata Menko
Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjelaskan isi omnibus law pertama itu di Ruang Graha
Sawala, Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu
(7/10/2020) sore.
Penjelasan pers yang disiarkan langsung berbagai media elektronik itu menghadirkan Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Menteri Koperasi dan
UKM Teten Masduki, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri ATR/ Kepala Badan Pertanahan Sofyan
A Djalil, Menteri KKP Edhy Prabowo, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Selain itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Hukum dan
HAM Yasonna Laoly, serta Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Ida Fauziyah mengatakan, UU Cipta Kerja Kerja tersebut juga memberi perlindungan pada
tenaga kerja. Adanya upah minimum juga tetap diberlakukan. Tata cara penetapan upah
minimum dan formulanya akan diatur dalam PP.
Ida mengatakan, pihaknya sudah melaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan
pembahasan peraturan pemerintah ini akan menyertakan stakeholder ketenagakerjaan, dalam
hal ini serikat buruh, pekerja, dan teman pengusaha yang diwakili Apindo dan Kadin dalam forum
tripartit nasional. "Upah minimum 2021, acuan tentang penetapan upah minimum berdasarkan
PP No 78 Tahun 2015, di mana dalam PP tersebut dalam kurun waktu 5 tahun akan ada
peninjauan KHL (Kebutuhan Layak Hidup) dan jatuhnya pada tahun 2021. Memang ada
perubahan komponen KHL untuk 2021," paparnya.
Namun demikian, lanjut dia, akan ada kebijakan penyesuaian perhitungan pengupahan terkait
pertumbuhan ekonomi yang minus, akibat pandemi Covid-19. Hal ini tidak memungkinkan untuk
menetapkan upah dengan perhitungan normal sebagaimana dalam PP dan UU.
"Pertumbuhan ekonomi (PE) minus. PE minus saya kira tidak memungkinkan bagi kita
menetapkan normal sebagaimana dalam PP dan UU. Kami mendapatkan saran dari Dewan
Pengupahan Nasional dan saran ini akan jadi acuan bagi menteri untuk menetapkan upah
minimum 2021. Karena kalau kita paksakan dengan PP No 78 Tahun 2015 atau UU baru ini,
banyak perusahaan yang tidak mampu membayar upah mimum provinsi," ucapnya.
Ia menjelaskan, usulan dari Dewan Pengupahan Nasional, UMP balik lagi ke UMP 2020. Masalah
ini akan di- update dan akan mendengarkan sekali lagi masukan Dewan Pengupahan Nasional.
"Di UU baru juga ada JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan). Sedangkan terkait dana awal JKP,
UU mengatur dana awalnya akan diambil dari APBN paling besar Rp 6 triliun," tutur Ida.
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id).
25