Page 154 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 154
INVESTOR GLOBAL MENYOROTI LEMAHNYA PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP.
Ghoida Rahmah
ghoida.rahmah@ternpo.co.id
Kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja diperkirakan tidak efektif menarik investasi. Ekonom dari
Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan
pandemi Covid-19 menjadikan iklim investasi tetap menantang. "Omnibus law sama sekali tidak
penting saat ini. Penanganan pandemi yang harusnya menjadi fokus," ujarnya kepada Tempo,
kemarin.
Menurut dia, wabah co-rona menyebabkan investor kurang tertarik ke Indonesia karena daya
beli dan kapasitas produksi yang sedang menurun, serta terganggunya mobilitas. Bhima
mengatakan ketidakmampuan pemerintah dalam membenahi faktor fundamental ekonomi dapat
merusak tingkat kepercayaan investor ke depan.
Sikap pemerintah yang mengabaikan aspek lingkungan hidup dalam perumusan pasal-pasal UU
Cipta Kerja di satu sisi memicu keengganan investor dari negara maju. Standar negara maju
dalam berinvestasi sangat ketat, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup. "Jika
prinsip dasar tersebut diturunkan standarnya dalam UU Cipta Kerja, sulit untuk mengharapkan
adanya investasi besar dari negara maju," kata Bhima.
Persepsi serupa terjadi pada kluster ketenagakerjaan yang mencabut sejumlah hak pekerja.
Beberapa di antaranya soal kontrak terus-menerus yang membuat ketidakpastian kerja
meningkat, pengurangan hakpesangon,dan perubahan waktu kerja."Investor di negara maju
sangat menjunjung fair labour practice dan decent work, di mana hak-hak buruh sangat dihargai,
bukan sebaliknya," kata Bhima.
Aksi menentang pengesahan UU Cipta Kerja pun dibuktikan dengan dilayangkannya surat oleh
Serikat Buruh Internasional (Council of Global Union) kepada Presiden Joko Widodo. Dalam
suratnya, organisasi tersebut berpandangan bahwa secara keseluruhan UU Cipta Kerja
menempatkan kepentingan investor asing jauh di atas pekerja, komunitas, dan lingkungan.
"Kami prihatin bahwa prosedur dan substansi UU Cipta Kerja yang tidak sejalan dengan
kewajiban HAM Indonesia di bawah hukum HAM internasional," demikian isi surat tersebut.
Kekhawatiran berikutnya disuarakan oleh sekumpulan investor global, antara lain Aviva
Investors; Legal & General Investment Management; manajer aset yang berbasis di Belanda,
Robeco; serta manajer aset terbesar di Jepang, Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.
Secara keseluruhan mereka adalah 35 investor global dengan total aset kelolaan mencapai US$
4,1 triliun. "Meskipun kami menyadari perlunya reformasi hukum bisnis di Indonesia, kami
khawatir akan dampak negatif UU Cipta Kerja terhadap lingkungan," ujar Senior Engagement
Spe-cialist Robeco, Peter van der Werf.
Bank Dunia bahkan pernah meminta pemerintah merevisi sejumlah pasal terkait dengan
lingkungan hidup di draf Undang-Undang Cipta Kerja. "Aturan ini menjadi sinyal kepada dunia
bahwa Indonesia terbuka untuk berbisnis, tapi jika tidak diubah penerapannya, akan dapat
membahayakan lingkungan hidup," kata Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor
Leste, Satu Kahkonen.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto membantah anggapan bahwa pemerintah
mengabaikan aspek lingkungan dalam upaya menarik investasi. Menurut dia, saat ini dokumen
analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) hanya perlu dimiliki oleh sektor usaha yang
memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan. "Kalau, sektor sumber daya alam tentu harus ada
amdal. Tapi kalau pengusaha mikro atau warung tidak perlu izin-izin semacam ini," kata
Airlangga.
153