Page 158 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 158
Dia menegaskan bahwa informasi itu hoaks. "Kami tetap menggelar aksi mogok nasional selama
tiga hari," tegasnya kepada Jawa Pos kemarin.
Kahar menegaskan, KSPI menolak tujuh poin dalam RUU tersebut Pertama, terkait dengan UMK
bersyarat dan dihapusnya UMSK. Menurut dia, UMK tidakperlu bersyarat dan UMSK harus tetap
ada. Sebab, nilai UMK tiap kabupaten/kota berbeda. Kedua, buruh menolak pengurangan nilai
pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Sebanyak 19 bulan dibayar pengusaha dan 6
bulan dibayar BPIS Ketenagakerjaan. Pihaknya juga menolak perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT) atau kontrak seumur hidup, out-sourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis
pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif, serta hilangnya hak cuti dan hak upah atas cuti.
Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menilai aksi turun ke jalan serikat
buruh/pekerja tidak relevan. Sebab, semua aspirasi yang mereka sampaikan telah diakomodasi
secara maksimal dalam UU Cipta Kerja. Dia berharap para pekerja/buruh mau meluangkan waktu
untuk membuka kembali dan mencermati UU tersebut. "Banyak berita beredar di te-man-teman
pekerja atau buruh yang jauh dari kenyataan. Apa yang jadi tuntutan teman -te-man pekerja
atau buruh sudah diakomodasi," ujarnya.
Dia menegaskan, penyusunan UU Cipta Kerja telah melibatkan partisipasi publik. Mulai unsur
pekerja/buruh yang diwakili serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, kementerian/lem-baga,
praktisi, akademisi, hingga lembaga lain seperti International Labour Organization (ILO). Karena
itu, bisa diartikan rumusan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja merupakan intisari
dari hasil kajian pakar/ahli, focus group discussion{ FGD), serta rembuk tripartit (pemerintah,
pekerja/ buruh, dan pengusaha) yang sejak lama dilakukan.
Bahkan, kata dia, saat RUU Cipta Kerja masuk tahap pembahasan di DPR, pemerintah mendalami
kembali rumusan klaster ketenagakerjaan yang melibatkan pengusaha (Apin-do) dengan
perwakilan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. Hal itu sesuai dengan arahan presiden
pada 24 April 2020. Dalam pertemuan tersebut, pemerintah menerima banyak masukan dari
serikat pekerja/serikat buruh. "Dengan proses yang telah dijalankan ini, pemerintah telah dengan
saksama menyerap berbagai aspirasi, khususnya dari unsur pekerja/buruh," ungkapnya.
Idamengakui ada perbedaan pandangan. Menurut dia, itu hal yang wajar dalam dinamika sosial
dan demokrasi. Namun, pada akhirnya pemerintah harus memutuskan dan menyiapkan draf
yang dibahas bersama DPR. Lagi pula, lanjut dia, pembahasan antara pemerintah dan DPR
berjalan secara transparan. Bahkan, pembahasan dilakukan secara terbuka dan disiarkan melalui
kanal-kanal media sosial. "Hal ini dimaksudkan agar publik dapat mengawal pemb ahasan RUU
Cipta Kerja secara saksama," katanya.
Selanjutnya, mengenai sejumlah tuntutan pekerja/buruh soal PKWT seumur hidup, outsourcing,
jam kerja eksploitatif, hingga hak cuti, Menaker memastikan bahwa penyusunan ketentuan
klaster ketenagakerjaan memperhatikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU
13/2003. Kemudian, ketentuan mengenai sanksi ketenagakerjaan dikembalikan kepada UU
13/2003.
Soal PKWT, dia mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan
perlindungan hak bagi pekerja/ buruh PKWT. Hal itulah yang menjadi dasar dalam penyusunan
perjanjian kerja. "Di samping itu, RUU Cipta Kerja mengatur perlindungan tambahan berupa
kompensasi kepada pekerja/buruh pada saat berakhirnya PKWT," tegasnya. (lum/mia/cl9/oni)
caption: MENOLAK OMNIBUS LAW: Massa gabungan buruh berunjuk rasa di kawasan
Pulogadung, Jakarta, kemarin (6/10).
157