Page 161 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 161
yang telah terjadi. Namun, dampaknya bagi industri DPLK baru terlihat setelah draft resmi
diundangkan.
Menurutnya, penyusunan aturan turunan, baik berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan
Presiden (Perpres) terkait program pensiun dan pesangon pekerja harus dikawal dengan
seksama agar tidak menjadi petaka bagi persiapan pensiun para pekerja.
"Menurut saya aturan turunan itu harusnya mengatur pendanaan pesangon oleh pemberi kerja,
sehingga tidak jadi masalah di pekerja. Selama ini memang kesadaran pemberi kerja juga masih
harus ditingkatkan, baik soal pensiun maupun pesangon," ujar Syarif kepada Bisnis, Selasa, 6
Oktober 2020.
Dia menilai UU Cipta Kerja tersebut harus mengaitkan perlindungan para pekerja dengan
program pensiun dan pesangonnya. Saat ini, meskipun secara prinsip masih terdapat pemberian
manfaat pesangon, tetapi nilainya menurun.
Mulanya, berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja
akan mendapatkan pesangon senilai 32,2 kali upah, tetapi dalam UU Cipta Kerja nilainya turun
menjadi maksimal 25 kali upah. Pembayaran itu pun 19 kalinya ditanggung pemberi kerja dan 6
lainnya dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Kita perlu menunggu aturan turunan dari UU Cipta kerja, seperti apa? Secara industri dana
pensiun, intinya program pensiun seperti DPLK masih sangat diperlukan untuk pekerja di
manapun, karena faktanya tidak lebih dari 6 persen pekerja di Indonesia yang sudah punya
program pensiun," ujarnya.
"Justru pemerintah seharusnya fokus pada penerapan pesangon, apakah tiap perusahaan sudah
mendanakan? Sehingga pada saat diperlukan dananya memang tersedia. Problem pesangon kan
selama ini karena ketersediaan dana," ujarnya.
BISNIS.
160